Hukum Tidak Menghadiri Walimah Ursy Karena Tidak Punya Uang
Pada perkara awal, ialah tidak mempunyai duit buat diberikan pada tuan rumah, secara hukum syariat, perihal demikian tidak dikategorikan selaku uzur yang menggugurkan kewajiban mendatangi walimah perkawinan. Perihal ini disebabkan membagikan duit ataupun hadiah pada tuan rumah dikala kegiatan perkawinan tidaklah perihal yang diharuskan melainkan sebatas perbuatan sunnah dalam wujud hibah (pemberian). Sehingga seorang senantiasa harus buat mendatangi kegiatan walimah perkawinan walaupun tanpa membagikan apa juga pada tuan rumah.
Berbeda halnya kala sudah dikenal kalau motif tuan rumah mengundang seorang sebab mengharap pemberian duit dari tamu undangan, hingga dalam kondisi demikian tidak harus untuk seorang buat mendatangi undangan walimah perkawinan, karena kegiatan walimah semacam ini tidak penuhi persyaratan wajibnya menghadiri kegiatan walimah perkawinan. Perihal ini semacam yang ditegaskan dalam kitab Hasyiyah al- Qulyubi berikut:
قوله: (وأن لا يحضره) أي ومن الشروط أن لا يكون طلب حضوره لخوف منه على نفس ، أو مال أو عرض أو لطمع في جاهه أو ماله أو حضور غيره ، ممن فيه ذلك لأجله بل يدعوه للتقرب أو الصلاح أو العلم أو نحو ذلك
“ Sebagian dari ketentuan (wajibnya menghadiri walimah) merupakan motif mengundang seorang tidak sebab takut perlakuan kurang baik darinya pada raga, harta, serta kehormatan ( orang yang mengundang), tidak sebab mengharap jabatan ataupun duit darinya serta tidak sebab mengharap hadirnya orang lain yang hendak membagikan perihal di atas. Namun motif mengundang murni buat mempererat ikatan, berbuat baik, berikan ketahui ataupun hal- hal sesemanya”( Syihabuddin al- Qulyubi, Hasyiyah al- Qulyubi, juz 3, hal. 296).
Sebaliknya menyikapi perkara kedua, ialah tidak mempunyai duit buat berangkat mengarah kegiatan walimah perkawinan, misalnya sebab aspek tempat penyelenggaraan walimah perkawinan yang lumayan jauh serta memerlukan bayaran, hingga dalam kondisi demikian mendatangi walimah perkawinan untuk seorang jadi tidak harus. Karena dalam perihal ini, dia dikira tidak sanggup.
Ketetapan hukum tidak wajibnya mendatangi undangan walimah perkawinan dalam perkara kedua ini mulanya berangkat dari kasus“ Seberapa jauh undangan walimah yang harus buat dihadiri?”
Salah satu pemuka mazhab Syafi’ i, Syekh Ibnu Hajar al- Haitami menarangkan kalau dalam menghalangi jarak yang harus buat mendatangi walimah, berhubung belum terdapat ulama tadinya yang menghalangi tentang perihal ini, hingga dia memusatkan pada 3 mungkin yang bisa dijadikan pijakan. Awal, pada jarak tempuh‘ adwa, ialah jarak tempuh yang sekiranya kala seorang berangkat mengarah posisi undangan di pagi hari, hingga dia bisa kembali ke rumahnya masih pada hari yang sama( Syekh Rajab Nuri, Dalil al- Muhtaj ala Syarh al- Minhaj, juz 4, hal. 185)
Kedua, posisi undangan tidak melebihi tempat yang harus dikunjungi buat melakukan shalat Jumat. Ketiga, menstandarkan posisi undangan bersumber pada kerutinan warga setempat(‘ urf). Mungkin ketiga ini bagi Ibnu Hajar al- Haitami ialah pemikiran yang sangat mendekati kebenaran serta layak buat dijadikan selaku pijakan( aula bil- i’ timad). Dengan demikian harus untuk seorang tiba penuhi undangan pada jarak yang sekiranya penduduk setempat menyesuikan muncul pada jarak tempuh tersebut. Tetapi kewajiban ini berlaku kala memanglah seorang tidak hadapi kesusahan dalam perihal bayaran buat berangkat mengarah tempat kegiatan serta pula tidak hadapi hambatan raga yang kelewatan( masyaqqah fil tubuh). Berikut rujukan yang menarangkan tentang perihal ini:
وبهذا اتجه أن الاحتمال الثاني أقرب وأولى بالاعتماد بل أقرب منه احتمال ثالث وهو تحكيم العرف المطرد عند كل قوم في ناحيتهم فإذا اعتاد أهل ناحية الدعاء من مسافة العدوى فأقل واطرد عرفهم بالإجابة من ذلك وأن ترك الإجابة يوجب كسرا وقطيعة للمدعو وجبت الإجابة من تلك المسافة على القوي الذي لا يترتب عليه من ذلك مشقة في بدنه ولا ماله وإن لم يعتادوا ذلك لم يجب بل لو اعتادوا عدم الدعاء من خارج البلد وإن سمع الخارجون النداء لم تجب الإجابة والله سبحانه وتعالى أعلم
“ Dengan ini bisa disimpulkan kalau mungkin kedua( menghalangi jarak kedatangan dengan standar tempat yang masih terdengar azan shalat Jumat) merupakan lebih mendekati kebenaran serta lebih utama buat dijadikan pegangan. Apalagi ada mungkin ketiga yang lebih mendekati kebenaran, ialah dengan menstandarkan pada‘ urf( kerutinan warga) yang berlaku pada tiap kalangan di daerahnya. Bila penduduk sesuatu wilayah menyesuikan mengundang( para undangan) dengan jarak tempuh‘ adwa( ekspedisi kembali berangkat bisa ditempuh dalam waktu satu hari) ataupun lebih sedikit, serta kerutinan mereka kala diundang masih dalam lingkup jarak tersebut, hingga mereka hendak menghadirinya serta kala tidak mendatangi hendak berdampak pada sakit hati serta memutus keharmonisan ikatan pada orang yang diundang, hingga dalam perihal ini harus buat mendatangi undangan tersebut untuk orang yang sanggup, sekiranya tidak berakibat pada kepayahan badan serta kesusahan finansial. Bila perihal di atas tidak dibiasakan, hingga tidak harus mendatangi undangan tersebut. Apalagi kala tidak mendatangi undangan dari luar desa jadi suatu tradisi, hingga tidak harus mendatangi undangan tersebut, walaupun mereka masih mendengar suara adzan dari luar daerahnya”( Syekh Ibnu Hajar al- Haitami, al- Fatawa al- Fiqhiyyah al- Kubra, juz 4, hal. 115)
Bersumber pada bermacam uraian di atas bisa disimpulkan kalau bila yang diartikan tidak mempunyai duit merupakan tidak mempunyai duit buat pemberian pada tuan rumah, hingga perihal tersebut tidak menggugurkan kewajiban mendatangi undangan walimah perkawinan. Sehingga, mendatangi walimah perkawinan dalam perihal ini senantiasa diharuskan, karena membagikan pemberian( hibah) pada tuan rumah ialah perihal yang sunnah, serta ketidakmampuan melakukan masalah yang sunnah, tidak hendak menggugurkan masalah yang harus.
Sebaliknya kala iktikad tidak mempunyai duit dimaksud pada tidak mempunyai ongkos buat menempuh ekspedisi mengarah posisi walimah, hingga dalam perihal ini mendatangi walimah perkawinan jadi tidak harus. Serta dalam kondisi ini pula, tidak harus menurutnya buat berutang pada orang lain supaya sanggup membiayai ongkos buat ekspedisi walimah, karena dalam fiqih diketahui syarat kalau tidak harus untuk seorang buat mengupayakan terwujudnya kondisi yang buatnya harus melaksanakan sesuatu perihal( tahsilu sabab al- wujub la yajib). Wallahu a’ lam.
Posting Komentar untuk "Hukum Tidak Menghadiri Walimah Ursy Karena Tidak Punya Uang"