KISAH ABU NAWAS YANG BIJAKSANA TAPI JENAKA
KISAH ABU NAWAS YANG BIJAKSANA TAPI JENAKA |
SIAPAKAH ABU NAWAS?
Abu
Nuwas atau Abu Nawas adalah seorang penyair Islam termasyhur di era kejayaan
Islam. Banyak kisah - kisah Abu Nawas yang jenaka namun nyatanya menyimpan kebijakan yang sangat tinggi. Sejatinya, penyair yang bernama lengkap Abu Nuwas al-Hasan bin Hini
al-Hakami itu memang seorang humoris yang lihai dan cerdik dalam mengemas
kritik berbungkus humor. Sejak lahir hingga tutup usia, Abu Nuwas tak pernah
bertemu dengan sang ayah. Sejak remaja, otak Abu Nuwas yang encer menarik
perhatian Walibah ibnu al-Hubab, seorang penulis puisi berambut pirang. Sejak
itu, Abu Nuwas pun terbebas dari statusnya sebagai budak belian. Abu Nuwas juga
diajari menulis puisi. Karier Abu Nuwas di dunia sastra mulai mencuat setelah
kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid. Abu
Nuwas adalah salah seorang sastrawan Arab terbesar.
Berikut kisah bijaksana:
DAFTAR ISI
GARA-GARA HOAX, RAJA HARUN AL RASYID HAMPIR MEMENGGAL ABU NAWAS
Diceritakan
jika di suatu waktu, Khalifah Harun Al-Rasyid geram besar pada sahibnya yang
akrab dan setia, Abu Nawas. Dia ingin memberi hukuman mati Abu Nawas sesudah
terima laporan jika Abu Nawas keluarkan fatwa jika "tak perlu rukuk dan
sujud dalam sholat".
Ditambah
lagi, Raja Harun Al-Rasyid dengar jika Abu Nawas menjelaskan jika dianya ialah
khalifah yang menyukai fitnah!
Menurut
menteri dan orang paling dekatnya, Abu Nawas pantas dipancung karena menyalahi
syariat Islam dan menebar hoaks atau fitnah. Khalifah mulai kepancing. Tapi ada
seorang penasihatnya yang memberikan anjuran jika sebaiknya Khalifah lakukan
tabayun atau verifikasi lebih dulu, langsung ke yang berkaitan.
Abu
Nawas juga digeret menghadap Khalifah. Kali ini, dia menghadap khalifah bukan
sebagai teman dekat tetapi sebagai pesakitan.
"Hai
Abu Nawas, betul kamu memiliki pendapat jika rukuk dan sujud dalam sholat itu
tak perlu dilaksanakan?" bertanya Khalifah meredam geram.
"Betul,
Saudaraku." jawab Abu Nawas dengan tenang.
"Betul
kamu berbicara ke warga jika saya, Harun Al-Rasyid, ialah seorang khalifah yang
menyukai fitnah?" Khalifah kembali menanyakan, kali ini dengan suara suara
yang semakin tinggi
"Betul,
Saudaraku." Abu Nawas masih menjawab dengan tenangnya
"Kamu
memang patut diganjar hukuman, karena menyalahi syariat Islam dan menyebarkan
fitnah mengenai khalifah!" kali ini Khalifah Harun Al Rasyid tidak dapat
meredam emosinya. Dia berteriak dengan suara menggelegar,
Abu
Nawas tersenyum sambil berbicara, "Saudaraku, memang saya tidak menampik
jika saya sudah keluarkan dua opini barusan, tetapi kelihatannya berita yang
sampai kepadamu tidak komplet. Kata-kataku dipelintir, dijagal, seakan-akan
saya berbicara salah."
"Apa
tujuanmu? Tidak boleh kau bela diri. Kau sudah akui dan menjelaskan berita itu
betul ada."
Abu
Nawas bergerak dari duduknya dan menerangkan dengan tenang,
"Saudaraku,
saya memang berbicara rukuk dan sujud tak perlu dalam shalat. Tetapi dalam
shalat apa? Saat itu saya menerangkan tata langkah shalat mayat yang memanglah
tidak perlu rukuk dan sujud."
"Bagaimana
masalah saya yang menyukai fitnah?" bertanya Khalifah kali ini dengan
suara mulai turun.
Abu
Nawas menjawab dengan senyuman,
"Jika
itu, saya sedang menerangkan tafsiran surat Al-Anfal ayat 28, yang berbunyi
pahamilah jika kekayaan dan anak-anakmu hanya fitnah (ujian) buatmu. Sebagai
seorang khalifah dan seorang ayah, tentu saja anda benar-benar menyenangi
kekayaan dan anak-anak. Itu memiliki arti Anda menyenangi 'fitnah' (ujian)
itu."
GARA-GARA HOAX TOPI, ABU NAWAS MEMBUAT SATU KOTA JADI BODOH BERJAMAAH
Satu hari Abu Nawas jalan di tengah pasar sembari menengadah
memandang ke topinya. Banyak orang lihat tingkah Abu Nawas itu dengan muka
bingung.
Apa Abu Nawas sudah edan? Apa lagi ia memandang ke topinya sembari
tersenyum serta penuh berbahagia.
Salah seorang hadir mendekati Abu nawas, "Wahai saudaraku,
apa yang kamu saksikan dalam topi itu?"
"Saya sedang menyaksikan surga komplet dengan barisan
bidadari," kata Abu Nawas dengan muka ceria dan senyuman senang.
"Coba saya saksikan!"
"Saya tidak percaya kamu dapat menyaksikan sama dengan yang
saya saksikan".
"Kenapa?"
"Karena hanya orang yang memiliki iman dan sholeh saja yang
dapat saksikan surga di topi ini," tegas Abu Nawas memberikan keyakinan.
"Coba saya lihat," kejar sang penanya ingin tahu.
"Silakan!"
Orang itu memandang ke dalam topi itu dan sesaat selanjutnya ia
memandang ke Abu Nawas, "betul kamu, saya menyaksikan surga di topi ini
dan bidadari. Subhanallah, Allahu Akbar," kata orang itu berteriak dan
didengarkan banyak orang.
Abu Nawas tersenyum. Sementara banyak orang yang melihat tingkah
Abu Nawas ingin juga menyatakan benarkah ada surga dalam topi itu.
Abu Nawas memperingatkan terhadap mereka, "ingat, cuman orang
mempunyai iman dan sholeh yang dapat menyaksikan surga di dalam ini. Yang tidak
memiliki iman tidak bisa menyaksikan apapun".
Satu per satu orang menyaksikan di dalam topi Abu Nawas itu. Ada
yang dengan tegas mengatakan menyaksikan surga dan ada pula yang berkata Abu
Nawas berbohong. Abu Nawas masih tetap tenang saja sembari menyebar senyuman.
Pada akhirnya, mereka yang tidak menyaksikan surga dalam topi itu
memberikan laporan pada Raja dengan dakwaan Abu Nawas sudah menyebarkan dusta
ke banyak orang.
Raja memanggil Abu Nawas menghadap raja. "Abu Nawas!"
seru raja, "apakah benar kamu ngomong dalam topimu dapat terlihat surga
dengan deretan bidadari elok?"
"Betul Tuan Raja, tetapi yang dapat menyaksikannya cuman
orang memiliki iman dan sholeh. Untuk yang tidak dapat melhat itu maknanya ia
tidak memiliki iman dan kafir".
"Oh demikian. Coba saya membuktikan benarkah narasi kamu
itu," sanggah Raja, yang lekas memandang ke topi Abu nawas dari pojok kiri
dan kanan, atas serta bawah.
Pada akhirnya raja termenung dan berpikiran, "betul tidak
terlihat surga dalam topi ini. Tetapi misalkan saya ngomong tidak ada surga,
jadi banyak orang akan mengetahui saya terhitung tidak memiliki iman dan
terhitung kafir. Pasti remuk rekam jejakku".
Begitu kurang lebih yang dipikir si Raja. Pada akhirnya Raja
menjelaskan, "Betul! Saya sebagai saksi jika dalam topi Abu Nawas, kita
dapat menyaksikan surga dengan barisanan bidadari," dia setengah
berteriak.
Banyak orang pada akhirnya terima cerita Abu Nawas karena kawatir
tidak sama dengan Raja.
Ibrah yang dapat kita petik dari cerita ini ialah begitu kita
sering "ikut-ikutan" dan "kagetan" dalam menanggapi sebuah
informasi. Tidak tua tidak muda, kita masih suka was-was dalam menanggapi
informasi khususnya yang berbalut agama.
Takut tidak dipandang islam bila tidak ikutan. Takut dipandang tidak
beragama bila tidak terima ajakan mereka.
ABU NAWAS DAN IBU YANG SEBENARNYA.
Di suatu hari, hakim pengadilan dibikin kebingungan oleh 2 orang
ibu yang memperebutkan seorang bayi. Karena sama memiliki bukti yang kuat,
hakim tidak paham bagaimana triknya untuk tentukan siapa ibu kandung dari bayi
itu.
Pada akhirnya, ia pergi menghadap Raja Harun Al Rasyid untuk minta
bantuan agar kasus itu tidak terlalu lama.
Raja selanjutnya turun tangan untuk menuntaskan permasalahan itu.
Tetapi, ia justru dibikin patah semangat karena itu. Ke-2 wanita itu sama keras
kepala dan masih tetap inginkan bayi itu.
Selanjutnya, Raja panggil Abu Nawas ke istana. Sesudah mengerti duduk
masalahnya, ia cari langkah supaya nasib bayi itu tidak terlunta-lunta dan
dapat bersama kembali dengan ibu kandungnya.
Esok harinya, Abu Nawas ke pengadilan dengan membawa juga seorang
algojo. Abu Nawas memerintah menempatkan bayi yang diperebutkan itu di atas
sebuah meja.
"Apa yang bakal kau lakukan pada bayi itu?" bertanya ke-2
ibu yang sama-sama berebutan itu berbarengan.
"Saat sebelum jawab pertanyaan kalian, saya akan menanyakan
satu kali lagi. Apa ada antara kalian berdua yang siap memberikan bayi itu ke
ibunya yang asli?" kata Abu Nawas.
"Tetapi, bayi ini ialah anakku," jawab ke-2 ibu itu
serempak.
"Baik jika demikian. Karena kalian berdua sama inginkan bayi
ini, dengan terpaksa sekali saya akan memotong bayi ini jadi dua," jawab
Abu Nawas.
Dengar jawaban itu, wanita pertama benar-benar berbahagia dan langsung menyepakati saran itu. Saat itu, wanita yang ke-2 menangis histeris dan meminta supaya Abu Nawas tidak lakukan hal itu.
"Tolong jangan potong bayi itu, berikan saja ia pada wanita
itu. Saya ikhlas asal ia masih tetap hidup," isaknya.
Puaslah Abu Nawas saat dengar jawaban itu. Pada akhirnya, ia
mengetahui siapa ibu dari bayi itu yang sebetulnya. Lantas, ia memberikan si
bayi pada wanita ke-2 yang disebut ibu kandungnya.
Kemudian, Abu minta supaya pengadilan memberi hukuman wanita yang
pertama sama dengan kejahatannya.
ABU NAWAS DAN RUMAH SEMPIT
Di suatu hari, ada seorang lelaki datang ke rumah Abu Nawas. Lelaki
itu akan mengeluhkan padanya tentang permasalahan yang ditemuinya. Ia bersedih
karena tempat tinggalnya berasa sempit dihuni beberapa orang.
"Abu Nawas, saya mempunyai seorang istri dan delapan anak,
tetapi rumahku demikian sempit. Tiap hari, mereka mengeluhkan dan berasa tidak
nyaman tinggal di dalam rumah. Kami ingin berpindah dari rumah itu, tetapi tidak
memiliki uang. Tolonglah tuturkan padaku apa yang perlu kulakukan," kata
lelaki itu.
Dengar hal tersebut, Abu Nawas selanjutnya sejenak berpikir. Tidak
berapa lama, sebuah gagasan tebersit di kepalanya.
"Kamu memiliki domba di dalam rumah?" bertanya Abu Nawas
kepadanya.
"Saya tidak mempunyainya," jawabannya.
Sesudah dengar jawabnya, ia minta lelaki itu untuk beli sebuah
domba dan memerintahnya untuk menyimpan di dalam rumah. Pria itu selanjutnya
mengikuti saran Abu Nawas dan pergi beli satu ekor domba.
Esok harinya, ia tiba kembali ke rumah Abu Nawas. "Bagaimana
ini? Sesudah saya ikuti usulmu, kenyataannya rumahku jadi lebih sempit dan
amburadul," keluhnya.
"Jika demikian, coba membeli dua ekor domba kembali dan
piaralah dalam rumahmu," jawab Abu Nawas.
Selanjutnya, pria itu segera ke pasar dan beli dua ekor domba
kembali. Tetapi, bukannya sama dengan yang diharap, tempat tinggalnya malah
makin berasa sempit.
Dengan hati kesal, ia ke rumah Abu Nawas untuk mengadu yang ke-3
kalinya. Ia bercerita seluruh apa yang terjadi, termasuk tentang istrinya yang
menjadi kerap emosi karena domba itu.
Pada akhirnya, Abu Nawas menyarankannya untuk jual semua domba yang
dipunyai.
Esok harinya, ke-2 orang itu berjumpa kembali. Abu Nawas
selanjutnya menanyakan, "Bagaimana kondisi rumahmu saat ini, sudahkah
lebih lega?"
"Sesudah saya jual domba-domba itu, rumahku jadi nyaman untuk
ditempati. Istriku juga tak lagi emosi dan marah," jawab pria itu sembari
tersenyum.
Pada akhirnya, Abu Nawas bisa menuntaskan permasalahan pria dan
rumah sempitnya itu.
Posting Komentar untuk "KISAH ABU NAWAS YANG BIJAKSANA TAPI JENAKA"