Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketika Gus Idris Kwagean Menceritakan Kedua Orang Tuanya



Gus Idris Kwagean memiliki nama lengkap Agus Muhammad Idris Aqiel. Ia merupakan putra kedelapan dari pasangan KH Abdul Hannan Ma’shum dan Nyai Miftahul Munawaroh. Kwagean terletak di Kecamatan Pare, Kediri dan merupakan tanah kelahiran Nyai Miftahul beserta leluhurnya.

Dalam cerita Gus Idris di akun facebooknya Sirdi Moha Idris Hann, pada April 2019 Kiai Hannan menikah lagi dengan ibu Nunik Hamidah asal Lumajang, setelah istri pertama wafat pada Juni 2018. Kiai Hannan adalah pendiri dan pengasuh Pesantren Fathul Ulum Kwagean Pare Kediri.

Masih menurut cerita Gus Idris, setelah sang ibu wafat, ayahnya perlahan mencari pengganti istrinya dalam hal teman untuk berjuang. Menurut Kiai Hannan, “Orang kalau tidak punya pasangan, di akhirat orang itu dicap miskin. Dan juga, Aku tidak mau pergi ke akhirat sendirian”.

Dikatakan perlahan karena memang hampir butuh waktu 1 tahun bagi Kiai Hannan untuk move on dan membuka hati untuk yang baru.

Bagi anak-anaknya, kata Gus Idris yang terpenting adalah bagaimana Kiai Hannan bahagia, tidak bersedih lagi. Karena sangat menyayat hati, saat melihat satu-satunya orang yang disayangi bersedih terhadap hal yang kita juga sedih karena itu, karena kepergian Nyai Miftahul Munawaroh. Seolah sedihnya bertubi-tubi.

Oleh sebab itu, Gus Idris Kwagean dan saudara-saudaranya pelan-pelan berusaha meyakinkan Kiai Hannan untuk mencari ibu baru, mencari orang baru untuk menggantikan orang yang lama, itu cara move on tercepat.

Bukan dalam artian ‘menggantikan’ yang sebenarnya, karena almarhum Nyai Miftahul Munawaroh tidak bisa digantikan, ia terlalu spesial. Hanya saja akan lebih mudah melangkah maju, saat ada orang di sisi yang menemani langkah Kiai Hannan.

Putra-putri Kiai Hannan berusaha mencarikan dan iseng-iseng bertanya ingin kriteria yang seperti apa, atau bagaimana. Kata Kiai Hannan “Kriteriaku tidak aneh-aneh, yang terpenting dia bisa membantuku perihal bab ngaji (dalam hal berjuang di masyarakat). Kalau soal harta, dan tahta, selama kita sama-sama bisa menerima, itu sudah cukup”.

Dari situ, Gus Idris juga belajar bagaimana ia mencari pasangan hidup. Tidak memiliki kriteria bukan berarti tidak memiliki harapan sama sekali, bukan?

Setidaknya harapan kita adalah menemukan seseorang yang bisa patuh dan bisa ikhlas menerima. Dalam bahasa lain, “Tak peduli siapapun dia, asalkan dia bisa sepenuhnya menaruh surganya pada kita, dialah orang yang tepat, dialah orang yang akan menjadikan ibadah kita lebih khidmat karena tak ada kasta diantara sang pencinta. Kasta hanya diperuntukkan untuk mereka yang tak bisa menjadi istimewa.

Gus Idris di penghujung tulisannya memberi oleh-oleh berupa amalan yang sering Kiai Hannan pesankan kepada anak-anaknya.

Pertama baca Wirdu Sa’adah setiap hari, agar hidup lebih tertata. Bukankah jika hidup sudah tertata dengan baik, jodoh dan hal-hal baik lainnya akan datang dengan sendirinya juga kan.

Wirdu Sa’adah yaitu membaca surat Al-Fatihah 30x setelah salat Subuh, 25x setelah salat Dzuhur, 20x setelah salat Ashar, 15x setelah salat Maghrib, 10x setelah salat isya. Tidak boleh dibaca Al-Fatihah 100x sekaligus, dan bagi wanita yang berhalangan tidak disarankan membacanya.

Kedua, menurut Gus Idris membaca surat Al-Waqiah setelah asar 14x. Faidahnya sama seperti membaca Waqiah 41x di malam hari. Ini dibaca apabila seseorang menginginkan sesuatu yang lebih besar dari kemampuannya.

Amalan ketiga, pesan Gus Idris yaitu membaca Salawat Bahriah Kubro. Namun untuk yang ini, bukan kapasitasnya untuk memberikan amalan. Ada baiknya meminta ke Kiai Hannan. Jadi bagi yang sudah tahu, harap terus dibaca.

Kwagean 2020

sumber: tebuireng[dot]co

Posting Komentar untuk "Ketika Gus Idris Kwagean Menceritakan Kedua Orang Tuanya"