Ternyata Inilah Amalan Agar Doa Dikabulkan
INILAH AMALAN AGAR DOA DIKABULKAN
Ilustrasi |
TintaSantri.Com - Setiap muslim diperintahkan untuk berdoa, dan tentu saja berharap doanya dikabulkan. adakah amalan agar doa dikabulkan? mungkin pertanyaan ini muncul bagi mereka yang telah berdoa namun merasa belum juga dikabulkan. yuk simak artikel berikut
DAFTAR ISI
SYARAT AGAR DOA DIKABULKAN
Allah telah berfirman dalam Surat Al-Mukmin ayat 60.
و قال ربكم ادعوني استجب لكم...
Artinya, "Tuhanmu berfirman, ‘Doalah kepadaku, niscaya akan kuperkenankan bagimu.’"
Ayat ini memerintahkan manusia untuk berdoa kepada-Nya. Ketika seorang hamba telah memohon dan meminta dengan berdoa, niscaya Allah akan mengabulkannya. Apapun itu, pasti akan dikabulkan. Allah adalah dzat yang maha mendengar dan kuasa. Allah mendengar segala doa makhluk-Nya baik itu secara lisan maupun dalam batin saja. Apapun permintaan makhluk-Nya, Dia dapat dengan mudah mengabulkannya.
Namun ada juga manusia yang telah berdoa siang dan malam. Bahkan tak jarang ditemui sebagian dari kaum Muslimin berlaku tirakat, rela menahan hawa nafsu untuk melakukan perkara yang sebenarnya mubah atau boleh dilakukan demi terkabulnya doa. Sayang, ternyata doanya tak kunjung terkabul. Lalu, gerangan apakah yang membuat doa tak terkabul? Padahal, ayat di atas dengan tegas menerangkan bahwa Allah akan mengabulkan segala doa. Apakah ayat tersebut bohong? Ataukah Allah mengingkari kalam-Nya sendiri? Jelas tidak sama sekali! Mustahil. Lalu mengapa?
Imam Ahmad bin Muhammad As-Shawi Al-Maliki dalam kitabnya, Hasyiatus Shawi ala Tafsiril Jalalain menjelaskan:
أجيب: بان الدعاء له شروط, فإذا تخلف بعضها تخلف الإجابة.
Artinya, “Sungguh, doa itu memiliki beberapa syarat agar terkabul. Maka ketika salah satu syarat tidak terpenuhi, doa pun tak kunjung diijabah.”
Mungkin ada sebagian dari kita belum mengetahui syarat-syarat doa sehingga banyak dari kaum Muslimin merasa bahwa doa mereka tak kunjung dikabulkan. Padahal mereka telah berdoa seumur hidup mereka.
Imam As-Shawi menyebutkan
syarat pertama adalah keutuhan seorang hamba menghadap baik lahir, dengan menengadahkan tangan dan merintih memohon kepada Allah maupun batin, yaitu sekiranya tidak terbersit dalam hatinya segala sesuatu apapun kecuali Allah semata.
Ketika seorang hamba telah fokus, memusatkan seluruh jiwa dan raga untuk meminta kepada Allah. Maka tinggallah hamba tersebut mengutarakan seluruh keinginannya, seluruh keperluannya.
Kedua, hendaknya doa tidak berisi segala sesuatu dalam rangka keburukan. Misalnya, berdoa agar seseorang mengalami kecelakaan.
Ketiga, doa juga tidak boleh dipanjatkan dalam rangka meminta untuk memutuskan tali persaudaraan, kekerabatan, maupun tali kasih sayang antarsesama manusia. Sungguh, sekali-kali doa seperti itu tidak akan dikabulkan oleh Allah SWT.
Yang perlu digarisbawahi adalah, seorang hamba yang ingin doanya terkabul, tidak boleh tergesa-gesa dalam meminta dikabulkan. Sungguh, sangat hina kiranya ketika seorang hamba yang lemah tanpa daya, yang tak mampu apa-apa kecuali dengan kuasa-Nya ketika berdoa "menuntut" Allah untuk segera mengabulkannya.
Sungguh doa itu ada kalanya segera diijabah, dikabulkan oleh Allah. Ada juga memang doa tersebut diakhirkan oleh Allah untuk hamba-Nya. Karena Allah lebih mengetahui, kapan doa tersebut tepat dikabulkannya.
Simpulan dalam hal ini terangkum apik dalam hadits yang dijadikan sang imam dalam menjelaskan syarat-syarat doa terkabul sebagai berikut.
و لذا ورد: "ما من رجل يدعو الله تعالى بدعاء إلا إستجيب له, فإما ان يجعل له في الدنيا, و إما انيؤخر له في الأخرة. و إما ان يكفر عنه من ذنوبه بقدر ما دعا, ما لم يدعو بإثم او قطيعة رحم او يستعجل. قالوا: يا رسول الله و كيف يستعجل؟ قال: يقول: دعوت فما ستجب لي."
Artinya, “Oleh karenanya, telah datang (sebuah hadits), ‘Tidak ada seseorang yang berdoa kepada Allah ta'ala dengan serangkaian doa kecuali Allah mengabulkannya. Maka ada kalanya doa tersebut terkabul di dunia. Ada pula doa yang memang diakhirkan terkabulnya di akhirat. Ada juga doa tersebut untuk menghapus dosa-dosa hamba sesuai dengan kadar doanya. Dengan syarat, selagi doa tersebut tidak dipanjatkan dalam rangka meminta sesuatu yang berdosa, memutus tali silaturahmi, atau hamba tersebut tergesa-gesa.’ Para sahabat bertanya, ‘Ya rasulullah, lalu bagaimanakah (gambaran) hamba yang tergesa-gesa?’ Rasul menjawab, ‘Adalah hamba yang berkata, ‘Aku telah berdoa, namun mengapa tak kunjung dikabulkan.’"
WAKTU UNTUK BERDOA
Pada dasarnya berdo’a bisa dilakukan kapanpun dan di manapun. Akan tetapi, ada waktu dan momen tertentu yang sangat baik digunakan untuk berdoa. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin,
أن يترصد لدعائه الأوقات الشريفة كيوم عرفة منالسنة ورمضان من الأشهر ويوم الجمعة من الأسبوع ووقت السحر من ساعات الليل
Hendaklah mengamati atau memilih waktu-waktu yang baik untuk berdoa. Di antara waktu yang baik berdo’a adalah hari Arafah, puasa Ramadhan, hari Jum’at, dan waktu menjelang Subuh.
Kemudian Imam Ghazali menambahkan:
أن يغتنم الأحوال الشريفة قال أبو هريرة رضي الله عنه إن أبواب السماء تفتح عند زحف الصفوف في سبيل الله تعالى وعند نزول الغيث وعند إقامة الصلوات المكتوبة فاغتنموا الدعاء فيها
Hendaklah mempergunakan kesempatan berdoa pada keadaaan-keadaan yang mulia. Berdasarkan hadis riwayat Abu Hurairah, “Sesungguhnya pintu-pintu langit dibuka ketika perang fi sabilillah berkecamuk, turunnya hujan, ketika sholat wajib, maka perbanyaklah berdoa pada waktu itu.”
Laiknya ibadah pada umumnya, doa juga memiliki waktu dan momen tertentu yang dianggap lebih utama dibanding waktu yang lain. Perlu digarisbawahi, hal ini bukan bermaksud untuk membatasi substansi doa itu sendiri. Sebab bagaimanapun, doa bisa dilakukan kapan dan di mana saja.
Karenanya, kita sebaiknya tidak melewatkan kesempatan untuk berdoa kapan saja terutama ketika waktu-waktu yang afdhal itu.
TATA CARA BERDOA AGAR DIKABULKAN
Syekh M Ibrahim Al-Baijuri mengatakan bahwa permintaan dalam doa tidak mengandung dosa atau pemutusan hubungan silaturahmi. Doa seyogianya tidak berisi harapan atas terwujudnya penyia-nyiaan terhadap hak umat Islam.
Selebihnya, Al-Baijuri menganjurkan orang yang berdoa untuk memanfaatkan waktu-waktu ijabah di mana pintu langit dibuka. Orang yang berdoa dianjurkan untuk berdoa dalam keadaan suci dan menghadap kiblat.
ومن آدابه أن يتحرى الأوقات الفاضلة كان يدعو في السجود وعند الأذان والإقامة ومنها تقديم الوضوء والصلاة واستقبال القبلة ورفع الأيادي إلى جهة السماء وتقديم التوبة والاعتراف بالذنب والإخلاص وافتتاحه بالحمد والصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم وختمه بها وجعلها في وسطه أيضا
Artinya, “Salah satu adabnya adalah menggunakan waktu-waktu yang utama, yaitu berdoa saat sujud, berdoa saat jeda antara azan dan iqamah. Salah satu adabnya lagi adalah bersuci terlebih dahulu, shalat, menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan ke arah langit, bertobat terlebih dahulu, pengakuan dosa terlebih dahulu, ikhlas dalam berdoa, membuka doa dengan tahmid dan shalawat nabi, mengakhiri doa dengan shalawat nabi, dan juga membaca shalawat nabi di tengah doa,” (Lihat Syekh M Ibrahim Al-Baijuri, Tuhfatul Murid ala Jauharatit Tauhid, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun] halaman 92).
Secara ringkas, adab dan tata cara berdoa dapat dikatakan sebagai berikut ini:
1. Memakan yang halal.
2. Meyakini ijabah doanya.
3. Menjaga hati agar tidak lalai saat berdoa.
4. Tidak meminta sesuatu yang mengandung dosa.
5. Tidak meminta sesuatu yang dapat memutuskan silaturahmi.
6. Tidak meminta sesuatu yang dapat menyia-nyiakan hak umat Islam.
7. Tidak meminta sesuatu yang mustahil secara umum.
8. Memanfaatkan waktu-waktu yang afdhal dalam berdoa, yaitu waktu sujud dan waktu jeda antara azan dan iqamah.
9. Wudhu dan shalat terlebih dahulu sebelum berdoa.
10.Menghadap kiblat dan mengangkat tangan saat berdoa.
11.Tobat dan mengakui dosa terlebih dahulu sebelum berdoa.
12.Ikhlas dalam berdoa.
13.Membuka doa dengan tahmid dan shalawat nabi.
14.Mengakhirinya dengan shalawat nabi.
15.Membaca shalawat nabi di tengah doa.
PENGHALANG DOA DIKABULKAN
apa saja yang membuat sebuah doa terhalang atau tak terkabulkan? Dalam kaitan ini, Syekh Khalid ibn Sulaiman merinci empat faktor yang menyebabkan hal tersebut, (Lihat Min ‘Ajaibid Du‘a, [Riyadh: Darul Qasim], 2002, jilid 1, hal. 10).
Pertama, makanan, minuman, atau pakaian yang haram. Hal ini seperti ditandaskan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik, tidak akan menerima kecuali yang baik-baik. Dan Allah juga memerintah orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan kepada para rasul, sebagaimana perintah-Nya ‘Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,’ (QS. Al-Mukminun [23]: 51); Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah,’ (QS. Al-Baqarah [2]: 172). Kemudian, beliau menyebutkan seorang laki-laki yang lusuh dan kusut setelah menempuh perjalanan jauh, yang menengadahkan kedua tangannya ke langit, seraya berdoa, ‘Ya Rabb, ya Rabb,’ sedangkan makanan, minuman, dan pakaiannya haram. Sehingga ia diliputi perkara haram. Dengan begitu, bagaimana doa-doanya akan dikabulkan?” Demikian seperti yang diriwayatkan oleh Muslim.
Kedua, tergesa-gesa dalam berdoa. Setelah itu, tak lagi berdoa. Ini pula yang disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melalui riwayat Abu Hurairah. “Doa salah seorang kalian dikabulkan selama ia tak tergesa-gesa dalam doanya. Sehingga ia mengeluh, ‘Aku sudah berdoa, namun doaku tak dikabulkan.’” Demikian yang diriwayatkan oleh Muslim.
Ketiga, banyak kewajiban Allah yang diabaikan dan merebaknya kemaksiatan. Di antara kewajiban tersebut adalah amar ma’ruf dan nahi munkar. Hal ini ditandaskan oleh riwayat Hudzaifah. Disampaikannya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ
Artinya, “Demi Dzat yang menggenggam jiwaku, perintahlah yang makruf oleh kalian dan cegahlah yang munkar, atau Allah nyaris menurunkan siksaan kepada kalian karenanya (tidak amar makruf dan tidak nahyi munkar), sehingga kalian berdoa tidak dikabulkan,” (HR At-Tirmidzi).
As-Syuthi menjelaskan, hadits di atas merupakan perintah amar makruf dan nahyi munkar, sebelum turunnya petaka. Petaka dimaksud adalah tertolaknya doa-doa kita akibat terhentinya amar makruf dan merebaknya kemaksiatan. Maka lakukanlah amar makruf dan berdoalah sebelum menjamurnya kemaksiatan dan tertolaknya doa. (Lihat: As-Suyuthi: Syarh Sunan Ibni Majah, jilid 1, hal. 289).
Keempat, doa yang dipanjatkan mengandung dosa. Hal diingatkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melalui hadits Abu Sa‘id:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو اللَّهَ بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيْهَا إثمٌ، وَلَا قَطِيْعَةُ رَحِمٍ إِلَّا اسْتَجَابَ لَهُ فَهُوَ مِنْ دَعْوَتِهِ عَلَى إِحْدَى ثَلَاثٍ: إِمَّا أَنْ يُعَجَّلَ لَهُ فِي الدُّنْيَا ، وَإِمَّا أَنْ تُدَّخَرَ (يُؤَخَّرَ) فِي الْآخِرَةِ ، وَإِمَّا أَنْ يُدْفَعَ عَنْهُ مِنَ الْبَلَاءِ مِثْلُهَا
Artinya, “Tidaklah seorang Muslim berdoa kepada Allah dengan suatu doa yang tidak mengandung dosa dan pemutusan silaturahim kecuali Dia akan mengabulkannya. Namun, posisi dia terhadap doanya tak terlepas dari tiga keadaan, baik doanya disegerakan pengabulannya di dunia, disimpan atau diakhirkan di akhirat, atau dipakai untuk menolak petaka yang akan menimpanya,” (HR Ath-Thabrani).
CARA ALLAH MENGABULKAN DOA
Imam Al-Baijuri di dalam kitabnya Tuhfatul Murȋd ‘alȃ Jauharatit Tauhȋd mengungkapkan bahwa dikabulkannya doa itu bisa dengan berbagai macam cara. Dalam kitab tersebut setidaknya beliau mengungkapkan 3 (tiga) macam cara Allah mengabulkan permintaan hamba-Nya (Al-Baijuri, Tuhfatul Murȋd ‘alȃ Jauharatit Tauhȋd [Kairo: Darus Salam], 2015: 255).
Pertama, ada kemungkinan doa diijabah oleh Allah sesuai dengan permintaan yang diajukan oleh sang hamba dalam waktu segera.
Ini berarti ketika seorang hamba memohon sesuatu kepada Allah, maka Allah memenuhi permintaanya tersebut sesuai dengan apa yang ia minta dan pada waktu yang cepat. Bila sang hamba dalam keadaan sakit dan meminta untuk segera diberi kesembuhan, maka Allah berikan kesembuhan kepadanya segera. Bila sang hamba meminta dilunasi utangnya, maka Allah kabulkan permintaan itu dengan terlunasinya utang dalam waktu yang tak lama. Dan sebagainya. Apa yang diberikan Allah sama persis dengan apa yang diminta sang hamba.
Kedua, ada kalanya doa diijabah oleh Allah sesuai dengan permintaan yang diajukan oleh sang hamba namun tidak dalam waktu segera. Allah menunda pemberian dan pengabulan permintaaan tersebut karena adanya kemaslahatan dan hikmah tertentu yang hanya diketahui oleh Allah saja.
Orang yang sakit meminta kesembuhan kepada Allah, umpamanya. Semestinya Allah memang hendak mengabulkan permintaannya, namun tidak sekarang. Mungkin setelah satu atau dua tahun kemudian permintaan sang hamba baru dikabulkan, ia sembuh setelah sekian waktu lamanya.
Penundaan dikabulkannya doa oleh Allah ini bukan karena Allah enggan untuk memberi pada waktu segera sebagaimana yang dikehendaki oleh sang hamba. Penundaan ini tidak lain karena Allah lebih tahu tentang hikmah, maslahat dan manfaat dikabulkannya doa pada waktu mendatang, bukan sekarang.
Tentang hal ini, Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya pernah memberikan sebuah gambaran di hadapan para muridnya. Ada orang tua yang pulang ke rumah dengan membawa oleh-oleh makanan yang disukai oleh anaknya. Melihat hal itu sang anak bergegas meminta makanan yang dibawa oleh orang tuanya.
Namun oleh orang tua makanan itu tak segera diberikan, melihat tangan sang anak dalam keadaan kotor. Bukan karena sang orang tua tak mau memenuhi permintaan anaknya dengan memberi makanan tersebut. Ia hanya ingin anaknya membersihkan dulu tangannya, sehingga ketika makanan itu diterima dan dimakan tidak berdampak negatif bagi dirinya. Demikian Habib Luthfi menggambarkan.
Pun demikian dengan penundaan Allah atas permohonan hamba-Nya. Janji Allah bahwa setiap permohonan akan dikabulkan adalah benar dan nyata. Hanya saja bisa jadi Allah menundanya karena tahu persis bahwa bila permohonan itu dikabulkan saat itu juga, maka bukan manfaat dan maslahat yang akan diperoleh sang hamba, tapi sebaliknya madlarat yang akan didapatkannya.
Allah bisa saja sesegera mungkin mengabulkan permintaan hamba-Nya untuk menjadi kaya raya, misalnya. Tapi ditunda karena Allah tahu bila sang hamba menjadi kaya saat ini maka ia tidak akan menjadi orang baik dengan kekayaannya. Ia akan menjadi sombong, lebih banyak berhura-hura, lupa bersyukur dan memperbanyak ibadah, enggan untuk bersedekah dan lain sebagainya. Allah akan memenuhi permohonan sang hamba, tapi Allah tahu saat ini ia belum siap menerimanya. Maka ditundalah pengabulan doanya.
Ketiga, bisa jadi sebuah doa diijabah oleh Allah tapi dalam bentuk yang lain, tidak sesuai dengan apa yang diminta oleh sang Hamba. Ini dikarenakan apa yang diminta oleh sang hamba sesungguhnya tak ada maslahat dan manfaat baginya, sedangkan apa yang diberikan Allah ada manfaat dan maslahat baginya. Atau, bisa jadi apa yang diminta oleh sang hamba ada manfaatnya, namun apa yang diberikan Allah jauh lebih manfaat dan maslahat.
Seorang pelajar yang sangat ingin meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi namun terbentur minimnya biaya, ia berdoa memohon kepada Allah untuk bisa mendapatkan beasiswa. Allah berkehendak mengabulkan permintaannya. Tapi bukan beasiswa yang diberikan kepada sang hamba. Kepadanya Allah berikan pekerjaan yang dengannya ia dapat menghasilkan uang untuk membiayai pendidikannya, dan itu—dalam pandangan Allah—bisa jadi jauh lebih manfaat bagi sang pelajar dari pada mendapatkan beasiswa.
Alhasil, keyakinan bahwa doa akan dikabulkan oleh Allah adalah suatu keharusan. Sedangkan bagaimana cara Allah mengabulkannya pastilah di sana ada kebaikan
GOLONGAN YANG DOANYA DIKABULKAN
Berikut adalah beberapa golongan yang mustajab berdasarkan informasi yang Al-Qur’an dan hadits.
Pertama, hamba yang terzalimi. Disebutkan, saat mengutus Mu‘adz ke Yaman, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan:
وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنَّهَا لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حِجَابٌ
Artinya, “Takutlah terhadap doa orang yang terzalimi. Sebab, di antara doanya dengan Allah tidak ada penghalang,” (HR. Ahmad).
Dalam riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan, walaupun orang yang terzalimi tersebut seorang yang ahli maksiat. “Doa orang terzalimi itu mustajab, mesipun ia seorang ahli maksiat. Sebab, kemaksiatannya untuk dirinya.” Bahkan, dalam riwayat Ahmad dari Anas disebutkan, walaupun orang yang terzalimi itu seorang non-Muslim.
Kedua, orang tua kepada anaknya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diterima Abu Hurairah:
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ
Artinya, “Tiga doa yang mustajab, tak diragukan lagi di dalam ketiganya, (salah satunya) yakni doa orang tua kepada anaknya,” (HR. Ahmad).
Terlebih hadits lain yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi menyatakan, “Ridha Allah bersama ridha orang tua. Dan murka-Nya bersama ridha orang tua.”
Ketiga, orang yang sedang berpuasa. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Abu Hurairah. Dalam riwayat tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الصَّائِمُ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُ
Artinya, “Orang yang berpuasa itu tidak ditolak doanya.”
Riwayat lain menyebutkan, “Tiga doa yang tidak ditolak, (salah satunya) orang yang berpuasa hingga berbuka.”
Keempat, musafir atau orang yang sedang menempuh perjalanan jauh. Abu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْمُسَافِرِ
Artinya, “Tiga doa yang mustajab, tak diragukan lagi di dalam ketiganya, (salah satunya) yakni doa musafir,” (HR. Ahmad).
Kelima, orang yang sedang mengalami kesulitan. Hal ini berdasarkan ayat Al-Qur’an:
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ
Artinya, “Siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya,” (QS. An-Naml [27]: 62).
Keenam, seorang Muslim yang mendoakan saudaranya di belakangnya. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Muslim dari Abu Ad-Darda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan:
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ، إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ: وَلَكَ بِمِثْلٍ
Artinya, “Tidaklah seorang hamba Muslim mendoakan saudaranya yang ada di belakangnya kecuali malaikat berkata, ‘Engkau berhak mendapat seperti apa yang kau pinta.’”
Maksud “di belakangnya” menunjukkan ketulusan dan kejernihan niat orang yang mendoakan kepada orang yang didoakan. Terlebih, dalam riwayat lain disebutkan, “Sesungguhnya Allah akan menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya yang Muslim.”
Ketujuh, anak yang saleh dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Malik dari Abu Hurairah. Dalam riwayat tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya, “Ketika anak Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.”
Informasi ini dikuatkan oleh riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ لَهُ الدَّرَجَةُ فِي الْجَنَّةِ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ أَنَّى لِي هَذِهِ؟ فَيُقَالُ: بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ
Artinya, “Sesungguhnya ada seorang hamba yang diangkat derajatnya di surga. Hamba itu bertanya, ‘Karena apa yang aku peroleh ini?’ Dijawabnya, ‘Itu berkat istigfar anakmu untukmu.’”
Kedelapan, orang yang tidur dalam keadaan suci dan berdzikir mengingat Allah, sesuai dengan hadits riwayat Ahmad dari Mu ‘adz ibn Jabal. Disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَبِيتُ عَلَى ذِكْرِ اللهِ طَاهِرًا، فَيَتَعَارَّ مِنَ اللَّيْلِ فَيَسْأَلُ اللهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
Artinya, “Tidaklah seorang Muslim tidur dalam keadaan berdzikir dan suci, kemudian terbangun di waktu malam dan memohon kebaikan dunia dan akhirat, kecuali Allah akan mengabulkan permintaannya.”
Makbulnya doa orang yang bangun tidur juga disebutkan dalam hadits riwayat Ahmad dan ‘Ubadah ibn Shamit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwa siapa saja yang terbangun malam, lalu membaca:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَاللهُ أَكْبَرُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ
(Tiada tuhan selain Dia semata, yang tiada sekutu bagi-Nya, Dzat yang maha memiliki kerajaan, Dzat yang maha memiliki segala pujian. Dan Dia adalah Dzat yang maha kuasa atas segala sesuatu. Maha suci Allah. Segala puji milik Allah. Allah maha besar. Tidak daya dan kekuatan selain karena pertolongan-Nya.)
Kemudian mengucap:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
(Ya Allah, ampunilah aku).
Atau berdoa, maka dikabulkan doanya. Kemudian jika ia berniat untuk wudlu dan menunaikan shalat, maka shalatnya akan diterima.”
Kesembilan, orang yang berdoa dengan doa Dzun Nun (Nabi Yunus). Demikian berdasarkan hadits riwayat At-Tirmidzi dari Abu Sa‘d ibn Abi Waqash. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan, doa Dzun Nun ketika berdoa dalam perut ikan adalah:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
(Tiada tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim)
Tidaklah seorang laki-laki Muslim berdoa sesuatu dengan doa tersebut kecuali Allah akan memperkenannya.
Kesepuluh, orang yang sedang berperang atau berjuang di jalan Allah, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Majah dari Ibnu ‘Umar. Disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
الْغَازِي فِي سَبِيلِ اللهِ، وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ، وَفْدُ اللهِ، دَعَاهُمْ، فَأَجَابُوهُ، وَسَأَلُوهُ، فَأَعْطَاهُمْ
Artinya, “Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang sedang ibadah haji, dan orang yang sedang berumrah adalah utusan Allah. Allah memanggil mereka, kemudian mereka memenuhi panggilan itu. Sehingga jika mereka memohon kepada Allah, maka Allah akan memberinya.”
Kesebelas, orang yang sedang menunaikan haji dan umrah, berdasarkan hadits pada point kesebelas.
الْغَازِي فِي سَبِيلِ اللهِ، وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ، وَفْدُ اللهِ، دَعَاهُمْ، فَأَجَابُوهُ، وَسَأَلُوهُ، فَأَعْطَاهُمْ
Artinya, “Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang sedang ibadah haji, dan orang yang sedang berumrah adalah utusan Allah. Allah memanggil mereka, kemudian mereka memenuhi panggilan itu. Sehingga jika mereka memohon kepada Allah, maka Allah akan memberinya.”
Keduabelas, pemimpin yang adil, sebagaimana hadits dalam Musnad Ihaq dari Abu Hurairah, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَالْإِمَامُ الْمُقْسِطُ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُ
Artinya, “Pemimpin yang adil itu tidak ditolak doanya.”
Ketigabelas, orang yang banyak mengingat Allah, sebagaimana hadits berikut.
ثَلَاثَةٌ لَا يَرُدُّ اللهُ دُعَاءَهُمُ: الذَّاكِرُ اللهَ كَثِيرًا
Artinya, “Tiga golongan yang tidak ditolak Allah doanya, (salah satunya) orang yang banyak mengingat Allah,” (HR al-Baihaqi).
Keempatbelas, orang yang dicintai dan diridhai Allah. Ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwa Allah berfirman:
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ: كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
Artinya, “Siapa yang menentang seorang wali-Ku, maka Aku menyatakan perang kepadanya. Dan tidaklah seorang hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang Aku cintai dari apa yang telah aku fardlukan kepadanya dan tidaklah ia senantiasa mendekat kepada-Ku dengan ibadah sunah kecuali Aku akan mencintainya. Ketika Aku telah mencintainya, maka Aku akan menjadi pendengaran yang ia pergunakan untuk mendengar, Aku akan menjadi penglihatan yang ia pergunakan untuk melihat, Aku akan menjadi tangan yang menjadi kekuatannya, Aku akan menjadi kaki yang ia pakai untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Jika ia berlindung, Aku akan melindunginya.” Demikian sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari. (Lihat: Syekh Khalid ibn Sulaiman, Min ‘Aja’ib Ad-Du‘a [Riyadh: Darul Qasim], jilid 1, hal. 29).
PENUTUP
Demikian artikel tentang amalan agar doa dikabulkan. dari penjabaran artikel ini adalah tugas manusia hanya berdoa, urusan dikabulkan atau tidak merupakan hak Allah SWT, meskipun dikabulkan belum tentu sesuai dengan apa yang diharapkan. semoga artikel ini bermanfaat. Amin
Alhamdulillah, terima kasih ilmunya min
BalasHapus