|
Khulashoh Syarh Ibnu Ajibah |
Tintasantri.com - kali ini Ngadmin akan membagikan kitab yang cukup menarik, yakni kitab "Khulashoh Syarh Ibnu Ajibah". Karya ini meskipun kitab asal (matan)-nya berupa kitab nahwu namun di tangan Ibnu Ajibah berubah menjadi kitab tasawuf. Ibnu Ajibah mengelaborasi salah satu kitab nahwu paling masyhur dan legendaris yang ditulis oleh Syekh Abdullah Muhammad bin Dawud As-Shonhaji ini dengan pendekatan sufistik. Sesuatu yang sangat jarang ditemukan dalam syarah-syarah lainnya. Dapatkan Link Download Kitab Khulashoh Syarh Ibnu Ajibah di akhir artikel ini.
Mengenal Kitab Jurumiyah
Kitab al-Ajurumiyah adalah kitab dasar gramatika Arab atau sering kita sebut dengan ilmu nahwu. Kitab ini cukup tipis tapi isi dan faedahnya besar sekali. Penulisnya adalah al-Imam ash-Shanhaji. Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Daud ash-Shanhâji. Lahir di Fez, Maroko pada tahun 672 H dan wafat pada 723 H. Konon, menurut Ibn al-Hâj, ash-Shanhâji lahir di tahun wafatnya Imam Ibnu Malik (Syekh ash-Shanhâji, Matn al-Ajurumiyah, Tahqîq: Hâyif an-Nabhân, Kuwait, 1431 – 2010, hal. 13).
Santri-santri di Indonesia akan mempelajari kitab ini dalam pembelajaran ilmu nahwu dasar. Mengapa demikian? Sebab, selain bahasa dan susunan redaksinya yang mudah dipahami, kitab al-Ajurumiyah juga disajikan dengan pemahaman yang tidak berbelit-belit, tidak ada perbedaan pendapat, langsung kepada inti pembahasan, yaitu kaidah dan contoh. Matn Al-Ajurumiyah diawali dengan Bab Kalam dan diakhiri dengan Bab Mahfudhât al-Asmâ`.
Yang demikian dapat kita lihat langsung dalam kitab al-Ajurumiyah, berikut di antara contoh materi yang disajikan sang pengarang:
باب المَصدَرِ
المصدر: هو الاسم المنصوب الذي يجيءُ ثالثا في تصريفِ الفعل، نحو: ضربَ يَضرِبُ ضَرْبَاً. وهو قسمان: لَفظِيٌّ ومَعنَوِيٌّ فإنْ وافَقَ لفظُهُ لفظَ فِعلِهِ فهو لفظيٌّ، نحو: قَتَلتُهُ قَتْلا. واِنْ وافَقَ معنى فعلِهِ دون لفظِهِ فهو معنويٌّ، نحو: جلستُ قُعوداً، وقُمتُ وقوفاً، وما أشبه ذلك.
Terjemahan: “Bab Mashdar. Mashdar adalah isim yang di-nashab-kan yang ada pada posisi ketiga dalam tashrif fi’il. Contonya adalah: (ضربَ يَضرِبُ ضَرْبَاً). Mashdar terbagi dua, yaitu (1) lafdhi dan (2) ma’nawi. Mashdar. Jika lafaz mashdarnya sama dengan lafaz fi’ilnya maka itu dinamakan mashdar lafdhi. Contohnya: قَتَلْتُهُ قَتْلًا (aku benar-benar membunuhnya). Sedang jika yang sama maknanya saja tetapi lafadznya tidak sama, maka itu disebut mashdar ma’nawi. Contohnya: جَلَسْتُ قُعُودًا، وقمت وُقُوفًا (aku benar-benar duduk, dan aku benar-benar berdiri), dan sebagainya.” (Syekh ash-Shanhâji, Matn al-Ajurumiyah, Dar el-Shamî’i, 1419H, hal. 18).
Tidak diketahui secara detail apakah Syekh ash-Shanhaji memberi judul kitab ini atau tidak. Namun, sudah masyhur kita menyebutnya dengan menisbatkan matan ini kepada beliau, yaitu Matn al-Ajurûmi atau Matn al-Jurûmiyah.
Perihal penamaan kitab ini, Hâyif an-Nabhân, pemilik sebuah majalah yang bernama al-Muqtathaf, menyebut dalam kitab Jurumiyah yang ia tahqiq (sunting), bahwa nama kitab al-Ajurûmi ini adalah serapan dari bahasa Inggris, yaitu grammar (tata bahasa). (Syekh ash-Shanhâji, Matn al-Ajurumiyah, Tahqîq: Hâyif an-Nabhân, Kuwait, 1431 – 2010, hal. 16)
As-Suyûthi menyebutkan bahwa kitab ini disusun menggunakan metode Kûfiyyîn (mazhab Kufah). Ciri-cirinya: ia menggunakan lafadz khafadh, bukan jarr. Kemudian, Menurut ar-Râ’i, Syekh ash-Shanhaji menuliskan kitab ini di hadapan Ka’bah. (Jalaluddin as-Suyûthi, Bugya al-Wi’âh fî Thabaqât al-Lughawiyîn wa an-Nuhâh, tahqîq: Muhammad Abu al-Fadl Ibrahim, Lebanon: al-Maktabah al-‘Asriyyah, juz. 1, hal. 238).
Yang disebutkan as-Suyûthi di atas senada dengan penuturan Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dalam kitab Mukhtashâr Jiddan yang merupakan syarah atas kitab al-Ajurumiyah, “Syekh ash-Shanhaji menulis kitab ini di hadapan Ka’bah, kemudian beliau lemparkan kitab ini ke lautan, jikalau kitab ini dibuat atas dasar keikhlasan dan mengharap ridha Allah subhanahu wata’ala maka ia tidak akan basah. Dan yang terjadi memang demikian, dan para santri hingga saat ini dapat menikmati isi kitab al-Ajurumiyah (Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Mukhtasar Jiddan, hal. 27).
Kitab tipis ini tidak luput dari pujian para ulama. Ibnu Ya’lâ menyebutkan, kitab ini adalah sebuah mukaddimah yang diberkahi dari karangan ilmu nahwu, ia memliki sasaran yang dekat, mudah dihafal dan dipahami, serta memiliki banyak manfaat bagi para pemula. Ash-Shanhâji mengarangnya dengan ditulis oleh anaknya, Abi Muhammad, kemudian ia pun mengambil banyak manfaat dari kitab itu, begitu pula dengan semua orang yang membacanya (Syekh ash-Shanhâji, Matn al-Ajurumiyah, Tahqîq: Hâyif an-Nabhân, Kuwait, 1431 – 2010, hal. 17).
Tentunya semua kitab dalam cabang ilmu apa pun memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan sanjungan para ulama mengenai kitab ini banyak sekali, sebagian telah disebutkan di atas. Namun, sepanjang yang kami rasakan, kekurangan kitab ini ialah terlalu ringkasnya pembahasan dan sedikitnya variasi contoh, yang mengakibatkan para pelajar terpaku pada contoh itu-itu saja. Namun, hal ini dapat dimaklumi karena kitab ini ialah jenis kitab matan yang memang ditujukan kepada para pemula.
Metode Syekh ash-Shanhaji dalam menulis kitab ini dapat disimpulkan dengan beberapa poin ringkas. Pertama,ia memulai setiap bab biasanya dengan menuliskan definisinya. Kedua, melakukan pengklasifikasian dalam bab-babnya, kemudian menyebutkan jenis-jenisnya. Ketiga, menyebutkan contoh-contoh pada setiap bagian-bagian yang ia sebutkan. Keempat, menyebutkan pendapat yang kuat menurutnya tanpa terikat dengan salah satu mazhab dalam ilmu nahwu, dan tanpa menukil langsung dari suatu kitab ataupun imam tertentu. Kelima, tidak menyebutkan sama sekali mukaddimah dan tujuan ditulisnya kitab ini. Keenam, tidak menyebutkan sama sekali dalil-dalil berupa syair maupun uraian secara gramatikal bahasa Arab. Ketujuh, menjelaskan pembahasan dengan ringkas. Kedelapan, tidak mencantumkan bab-bab tertentu, dengan maksud meringkas isi kitab.
Banyak para ulama yang mengembangkan kitab ini dengan memberi penjelasan (syarah), atau meng-i’rab-nya, maupun menjadikannya syair. Jumlah syarah kitab al-Ajurumiyah mencapai lebih dari seratus. Di antara beberapa kitab syarahnya ialah Mukhtashar Jiddan karya Sayyid Amad Zaini Dahlan, ad-Durrah an-Nahwiyah fî Syarh al-Ajurûmiyah karya Abu Ya’la, ad-Durrah al-Bahiyah ‘ala Muqaddimah al-Ajurûmiyah karya Muhammad bin ‘Umar bin ‘Abdul Qâdir, al-‘Asymâwi ‘ala Matn al-Ajurûmiyah karya al-‘Asymâwi.
Adapun ulasan dalam bentuk i’rab (menunjukkan kedudukan per kata dalam tata bahasa pada suatu kalimat, red), di antaranya adalah I’râb al-Ajurûmiyah karya Khalid bin Abdullah al-Azhari dan al-Fawâid as-Saniyah fî I’râb Amtsilah al-Ajurumiyah karya Najmuddin bin Muhammad bin Yahya al-Halabi. Dalam bentuk syair atau nadham, kitab al-Ajurûmiyah ini juga melahirkan karya lain di antaranya adalah Nadhm al-‘Imrîthî karya Syekh al-‘Imrîthî dan ad-Durrah al-Burhâniyah fî Nadhm al-Ajurûmiyah karya Burhanuddin Ibrahim al-Kurdi.
Hingga saat ini, belum ada yang dapat menggeser posisi penting Matn al-Ajurûmiyah di kalangan pelajar pemula dalam mempelajari gramatika Arab. Tentunya ini merupakan suatu keberkahan dari penulis, dan doa-doa para ulama, serta seluruh orang yang mempelajarinya.
Biografi Imam As Shonhajiy
Nama lengkap Syeikh Ibnu Ajurrûm adalah Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Dawud Al-Shinhâji, dengan mengkasrahkan huruf Shod, bukan dengan memfathahkannya seperti yang sering disebutkan oleh sebagian kalangan.
Seperti yang diriwayatkan oleh Al-Hamîdi, kalimat Al-Shinhâji ini dinisbatkan kepada salah satu kabilah yang berada di Negeri Maroko yaitu kabilah Shinhâjah. Nama ini kemudian dikenal sebagai Ibnu Ajurrûm.
Kata Ajurrûm menurut Ibnu ‘Imad Al-Hanbaly dalam kitab Syudzurut Al-Dzahab formulasinya dengan memfathahkan huruf Alif mamdûdah, mendhommahkan huruf Jim dan mentasydidkan huruf Ro.
Syeikh Shalih Al-Asmary telah menyebutkan dalam kitabnya “Idhôh Al- Muqaddimah Al-Ajurrûmiyyah”, bahwa kata Ajurrûm ini setidaknya memiliki lima aksen yang berbeda dalam memformulasikan kelima huruf Hijaiyah ini.
Pertama, riwayat Ibnu ‘Anqô’ yang dikuatkan oleh Imam Suyuthi dalam Bughyat Al-Wu’ât yaitu dengan memfathahkan huruf Alif mamdûdah, mendhommahkan huruf Jim dan mentasydidkan huruf Ro, dibaca Ajurrûm.
Kedua, aksen yang diriwayatkan dari Al-Jamal Al-Muthoyyib yaitu dengan memfathahkan huruf Jim, jadi dibaca Ajarrûm.
Ketiga, pendapat yang dinukil oleh Ibnu Ajurrûm sendiri yang ditulis oleh Ibnu Al-Hajjaj dalam kitab “Al-Aqdu Al-Jauhary” dengan formulasi huruf Hamzah tanpa dipanjangkan yang difathahkan, huruf Jim yang disukunkan dan huruf Ro tanpasyiddah jadi dibaca Ajrûm.
Keempat, Aksen yang ditulis oleh Ibnu Maktum dalam Tadzkirohnya yaitu Akrûm, bukan dengan huruf Jim melainkan dengan huruf Kaf.
Kelima, yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Anqô’ bahwa banyak orang membacanya dengan menghapus huruf Hamzahnya sehingga dibaca Jurrûm.
Kata Ajurrûm ini, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Anqô’ dan dikuatkan oleh Imam Shuyuthi dan Ibnu Al-Hâj, berasal dari bahasa Barbarian -sebuah bangsa yang mayoritas kabilahnya menempati pegunungan di wilayah Afrika bagian selatan- yang berarti Al-Faqîr Al-Shûfy.
Ibnu Ajurrûm dilahirkan di kota Fasa -sebuah kota besar di Negara Maroko– pada tahun 672 H dan wafat di kota itu pada hari Senin ba’da Dzuhur, 20 Shafar 723 H.
Beliau menimba ilmu di Fasa, hingga pada suatu hari beliau bermaksud untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Ketika melewati Mesir, beliau singgah di Kairo dan menuntut ilmu kepada seorang ulama nahwu termasyhur asal Andalusia, yaitu Abû Hayyân -pengarang kitab Al-Bahru Al-Muhith- sampai mendapat restu untuk mengajar dan dinobatkan sebagai salahsatu imam dalam ilmu gramatikal bahasa arab atau ilmu nahwu.
Selain terkenal sebagai ulama nahwu, beliau juga terkenal sebagai ahli fikih, sastrawan dan ahli matematika, di samping itu beliau menggeluti ilmu seni lukis, kaligrafi dan tajwid. Karya yang dipersembahkannya berupa kitab-kitab yang ia karang dalam bentuk arjuzah, bait-bait nadzam dalam ilmu qiro’at dan lain sebagainya. Dua diantara karyanya yang terkenal adalah kitab “Farâ’id Al-Ma’âni fî Syarhi Hirzi Al-Amâni dan kitab “Al-Muqaddimah Al-Ajurrûmiyyah”.
Biografi Ibnu Ajibah
Nama lengkap Ibnu Ajibah adalah Abu al-Abbas bin Muhammad bin al-Mahdi bin al-Husain bin Muhammad bin Ajibah al-Idrisi al-Hasani. Lahir di desa A’jabisy Tetouan Maroko pada tahun 1161 H/1758 M. Ia adalah salah seorang ulama yang sejak kecil ditempa oleh keluarganya untuk belajar. Di usia tujuh belas tahun ia mulai melakukan pengembaraan intelektual dengan talaqqi kepada sejumlah ulama-ulama kesohor.
Karya-karya Ibnu Ajibah konon mencapai lebih dari empat puluh karya yang di antaranya adalah: ib’adul ghumam ‘an iyqaz al-himam fi syarh al-Hikam (sebuah elaborasi atas karya al-Hikam Ibnu Athaillah), al-Bahru al-Madid fi Tafsir al-Quran al-Majid (tentang tafsir al-Quran), al-Futuhat al-Qudusiyyah fi Syarh al-Muqaddimah al-Ajurumiyyah (sebuah karya komentar atau penjelasan atas kitab muqaddimah Jurumiyyah). Karya yang disebut terakhir ini meskipun kitab asal (matan)-nya berupa kitab nahwu namun di tangan Ibnu Ajibah berubah menjadi kitab tasawuf. Ibnu Ajibah mengelaborasi salah satu kitab nahwu paling masyhur dan legendaris yang ditulis oleh Syekh Abdullah Muhammad bin Dawud As-Shonhaji ini dengan pendekatan sufistik. Sesuatu yang sangat jarang –untuk tidak mengatakan tidak sama sekali- ditemukan dalam syarah-syarah lainnya.
Download Kitab Khulashoh Syarah Ibnu Ajibah
Klik tombol Berikut untuk mendownload Kitab Khulashoh Syarah Ibnu Ajibah
Download Di Sini
Penutup
Demikian artikel Ngadmin tentang kitab Khulashoh Syarh Ibnu Ajibah yang sangat menarik bagi Ngadmin, silahkan download kitab Khulashoh Syarh Ibnu Ajibah di link di atas.
Posting Komentar untuk "Download Kitab Khulashoh Syarh Ibnu Ajibah, Syarah Jurumiyah Bernuansa Tasawwuf"