SEPUTAR KETENTUAN QURBAN YANG HARUS DIKETAHUI
Qurban
merupakan bagian dari Syariat Islam yang sudah ada semenjak manusia ada. Ketika
putra-putra Nabi Adam Alaihissalam diperintahkan berqurban. Maka Allah Ta’ala
menerima qurban yang baik dan diiringi ketakwaan dan menolak qurban yang buruk.
Allah Ta’ala berfirman:
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra
Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan
qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak
diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”
Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang
yang bertaqwa” (QS Al-Maaidah 27).
Berikut penjelasan tentang Qurban dan yang berkaitan dengannya.
DAFTAR ISI
Disyariatkannya Qurban
Disyariatkannya
qurban sebagai simbol pengorbanan hamba kepada Allah Ta’ala, bentuk ketaatan
kepada-Nya dan rasa syukur atas nikmat kehidupan yang diberikan Allah Ta’ala
kepada hamba-Nya. Hubungan rasa syukur atas nikmat kehidupan dengan berqurban
yang berarti menyembelih binatang dapat dilihat dari dua sisi.
Pertama, bahwa penyembelihan binatang tersebut
merupakan sarana memperluas hubungan baik terhadap kerabat, tetangga, tamu dan
saudara sesama muslim. Semua itu merupakan fenomena kegembiraan dan rasa syukur
atas nikmat Allah Ta’ala kepada manusia, dan inilah bentuk pengungkapan nikmat
yang dianjurkan dalam Islam:
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah
kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS
Ad-Dhuhaa 11).
Kedua, sebagai bentuk pembenaran terhadap apa
yang datang dari Allah Ta’ala. Allah menciptakan binatang ternak itu adalah
nikmat yang diperuntukkan bagi manusia, dan Allah mengizinkan manusia untuk
menyembelih binatang ternak tersebut sebagai makanan bagi mereka. Bahkan
penyembelihan ini merupakan salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah
Ta’ala.
Berqurban merupakan ibadah yang paling dicintai
Allah Ta’ala di hari Nahr, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat
At-Tirmidzi dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhu. bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
“Tidaklah anak Adam beramal di hari Nahr yang paling dicintai Allah melebihi menumpahkan darah (berqurban). Qurban itu akan datang di hari Kiamat dengan tanduk, bulu dan kukunya. Dan sesungguhnya darah akan cepat sampai di suatu tempat sebelum darah tersebut menetes ke bumi. Maka perbaikilah jiwa dengan berqurban”.
Pengertian Qurban
Kata Qurban menurut etimologi berasal dari bahasa Arab yang artinya dekat. Maksudnya yaitu
mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengerjakan sebagian perintah-Nya. Yang
dimaksud dari kata Qurban yang digunakan bahasa sehari-hari, dalam istilah
agama disebut “udhhiyah” bentuk jamak dari kata “dhahiyyah” yang berasal dari
kata “dhaha” (waktu dhuha), yaitu sembelihan di waktu dhuha pada tanggal 10
sampai dengan tanggal 13 bulan Dzulhijjah. Dari sini muncul istilah Idul Adha.
Dari uraian tersebut, dapat dipahami yang dimaksud dari kata
qurban atau udhhiyah dalam pengertian syara, ialah menyembelih hewan dengan
tujuan beribadah kepada Allah pada Hari Raya Haji atau Idul Adha dan tiga Hari
Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah.
Hukum Qurban
Ibadah Qurban hukumnya adalah sunnah muakkad, atau sunnah yang
dikuatkan. Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan
ibadah Qurban sejak disyariatkannya sampai beliau wafat. Ketentuan Qurban
sebagai sunnah muakkad dikukuhkan oleh Imam Malik dan Imam al-Syafi’i.
Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibadah Qurban bagi penduduk yang
mampu dan tidak dalam keadaan safar (bepergian), hukumnya adalah wajib. (Ibnu
Rusyd al-Hafid: tth: 1/314).
Keutamaan Qurban
Menyembelih Qurban adalah suatu sunnah Rasul yang sarat dengan
hikmah dan keutamaan. Hal ini didasarkan atas informasi dari beberapa haditst
Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam, antara lain:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ
يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا
لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا
وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ
الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Aisyah menuturkan dari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam
bahwa beliau bersabda, “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam
(manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari
menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan
tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan
sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu
untuk melakukannya.” (Hadits Hasan, riwayat al-Tirmidzi: 1413 dan Ibn Majah:
3117)
Menurut Zain al-Arab, ibadah yang paling utama pada hari raya Idul
Adha adalah menyembelih hewan untuk Qurban karena Allah. Sebab pada hari kiamat
nanti, hewan itu akan mendatangi orang yang menyembelihnya dalam keadaan utuh
seperti di dunia, setiap anggotanya tidak ada yang kurang sedikit pun dan
semuanya akan menjadi nilai pahala baginya. Kemudian hewan itu digambarkan
secara metaphoris akan menjadi kendaraanya untuk berjalan melewati shirath.
Demikian ini merupakan balasan dan bukti keridhaan Allah kepada orang yang
melakukan ibadah Qurban tersebut. (Abul Ala al-Mubarakfuri: tt: V/62)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Siapa yang memiliki kemampuan untuk berqurban, tetapi ia
tidak mau berqurban, maka sesekali janganlah ia mendekati tempat shalat kami.”
(HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Masih banyak lagi sabda Nabi yang lain, menjelaskan tentang
keutamaan berqurban. Bahkan pada haditst terakhir, disebutkan bahwa orang yang
sudah mampu berkorban, tetapi tidak mau melaksanakanya, maka ia dilarang
mendekati tempat shalat Rasulullah atau tempat (majelis) kebaikan lainya.
Ibadah Qurban yang dilaksanakan pada hari raya Idul Adha sampai
hari tasyrik, tiada lain bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Disamping itu, Qurban juga berarti menghilangkan sikap egoisme, nafsu serakah,
dan sifat individual dalam diri seorang muslim. Dengan berqurban, diharapkan
seseorang akan memaknai hidupnya untuk mencapai ridha Allah semata. Ia
“korbankan” segalanya (jiwa, harta, dan keluarga) hanya untuk-Nya. Oleh karena
itu, pada hakikatnya, yang diterima Allah dari ibadah Qurban itu bukanlah
daging atau darah hewan yang dikurbakan, melainkan ketakwaan dan ketulusan dari
orang yang berqurban, itulah yang sampai kepada-Nya.
Hakikat Qurban
Kriteria Hewan Qurban
Para ulama sepakat bahwa semua hewan ternak boleh dijadikan untuk Qurban.
Hanya saja ada perbedaan pendapat mengenai mana yang lebih utama dari
jenis-jenis hewan tersebut. Imam Malik berpendapat bahwa yang paling utama
adalah kambing atau domba, kemudian sapi, lalu unta. Sedangkan Imam al-Syafi’i
berpendapat sebaliknya, yaitu yang paling utama adalah unta, disusul kemudian
sapi, lalu kambing (Ibn Rusyd: tt: I:315).
Agar ibadah Qurbannya sah menurut syariat, seorang yang hendak berqurban
harus memperhatikan kriteria-kriteria dari hewan yang akan disembelihnya.
Kriteria-kriteria tersebut diklasifisikasikan sesuai dengan usia dan jenis
hewan Qurban, yaitu:
a. Domba (dha’n) harus mencapai minimal usia satu tahun lebih,
atau sudah berganti giginya (al-jadza’). Rasulullah shallallâhu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Sembelilhlah domba yang jadza’, karena itu diperbolehkan.”
(Hadits Shahih, riwayat Ibn Majah: 3130 Ahmad: 25826)
b. Kambing kacang (ma’z) harus mencapai usia minimal dua tahun
lebih.
c. Sapi dan kerbau harus mencapai usia minimal dua tahun lebih.
d. Unta harus mencapai usia lima tahun atau lebih.
Selain kriteria di atas, hewan-hewan tersebut harus dalam kondisi
sehat dan tidak cacat. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi
wasallam yang diriwayatkan dari al-Barra bin Azib radliyallâhu ‘anh:
أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي
الْأَضَاحِيِّ فَقَالَ الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ
مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تَنْقَى
“Ada empat macam hewan yang tidak sah dijadikan hewan Qurban, “(1)
yang (matanya) jelas-jelas buta (picek), (2) yang (fisiknya) jelas-jelas dalam
keadaan sakit, (3) yang (kakinya) jelas-jelas pincang, dan (4) yang (badannya)
kurus lagi tak berlemak.” (Hadits Hasan Shahih, riwayat al-Tirmidzi: 1417 dan
Abu Dawud: 2420)
Akan tetapi, ada beberapa cacat hewan yang tidak menghalangi sahnya
ibadah Qurban, yaitu; Hewan yang dikebiri dan hewan yang pecah tanduknya.
Adapun cacat hewan yang putus telinga atau ekornya, tetap tidak sah untuk
dijadikan Qurban. Hal ini dikarenakan cacat yang pertama tidak mengakibatkan
dagingnya berkurang (cacat bathin), sedangkan cacat yang kedua mengakibatkan
dagingnya berkurang (cacat fisik).
Ketentuan Qurban
Berqurban dengan seekor kambing atau domba diperuntukkan untuk
satu orang, sedangkan unta, sapi dan kerbau diperuntukkan untuk berqurban tujuh
orang. Ketentuan ini dapat disimpulkan dari hadits berikut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ
الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, “Kami telah menyembelih Qurban
bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam pada tahun Hudaibiyah seekor
unta untuk tujuh orang dan seekor sapi juga untuk tujuh orang.” (Hadits Shahih,
riwayat Muslim: 2322, Abu Dawud: 2426, al-Tirmidzi: 1422 dan Ibn Majah:
3123).
Hadits selanjutnya menjelaskan tentang berqurban dengan seekor
domba yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ فَأُتِيَ
بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ (يعني
السكين) ثُمَّ قَالَ اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ
الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ
تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى
بِهِ.
“Dari Aisyah radliyallâhu ‘anhâ, menginformasikan sesungguhnya
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam menyuruh untuk mendatangkan satu ekor domba
(kibas) yang bertanduk . Kemudian domba itu didatangkan kepadanya untuk
melaksanakan Qurban. Beliau berkata kepada Aisyah: Wahai Aisyah, ambilkan
untukku pisau (golok). Nabi selanjutnya memerintahkan Aisyah: Asahlah golok itu
pada batu (asah). Aisyah kemudian melakukan sebagaimana yang diperintahkan
Rasulullah. Kemudian Nabi mengambil golok itu dan mengambil domba (kibasy),
kemudian membaringkannya, dan menyembelihnya sambil berdoa: Dengan nama Allah,
wahai Allah terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan umat Muhammad,
beliau berqurban dengan domba itu”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 1967).
Doa Nabi dalam hadits di atas, ketika beliau melaksanakan Qurban:
“Wahai Allah, terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan umat Muhammad”
tidak bisa dipahami bahwa Qurban dengan satu domba cukup untuk keluarga dan
untuk semua umat Nabi. Penyebutan itu hanya dalam rangka menyertakan dalam
memperoleh pahala dari Qurban tersebut. Apabila dipahami bahwa berqurban dengan
satu kambing cukup untuk satu keluarga dan seluruh umat Nabi Muhammad, maka
tidak ada lagi orang yang berqurban. Dengan demikian, pemahaman bahwa satu
domba bisa untuk berqurban satu keluarga dan seluruh umat, harus diluruskan dan
dibetulkan sesuai dengan ketentuan satu domba untuk satu orang, sedangkan onta,
sapi, dan kerbau untuk tujuh orang sebagaimana dijelaskan hadits di atas.
Waktu Pelaksanaan Qurban
Waktu menyembelih Qurban dimulai setelah matahari setinggi tombak
atau seusai shalat Idul Adha (10 Dzulhijjah) sampai terbenam matahari tanggal
13 Dzulhijjah. Sedangkan distribusi (pembagian) daging Qurban dibagi menjadi
tiga bagian dan tidak mesti harus sama rata. Ketiga bagian itu, (1) untuk fakir
miskin, (2) untuk dihadiahkan, dan (3) untuk dirinya sendiri dan keluarga
secukupnya. Dengan catatan, porsi untuk dihadiahkan dan untuk dikonsumsi
sendiri tidak lebih dari sepertiga daging Qurban. Meskipun demikian
memperbanyak pemberian kepada fakir miskin lebih utama.
Pembagian Daging Qurban
Ulama membagi ibadah qurban ke dalam dua jenis: ibadah qurban yang
dinazarkan (wajib) dan ibadah qurban yang tidak dinazarkan (sunnah). Orang yang
berqurban nazar tidak boleh mengambil sedikit pun daging qurbannya. Sedangkan orang
yang berqurban sunnah justru dianjurkan memakan sebagian dari daging qurbannya. Orang yang berqurban sunnah berhak memakan
maksimal sepertiga dari daging qurbannya sebagaimana keterangan berikut ini:
)ولا يأكل المضحي شيئا من الأضحية المنذورة) بل يتصدق
وجوبا بجميع أجزائها (ويأكل) أي يستحب للمضحي أن يأكل (من الأضحية المتطوع بها) ثلثا
فأقل
Artinya, “(Orang yang berqurban tidak boleh memakan sedikit pun
dari ibadah qurban yang dinazarkan [wajib]) tetapi ia wajib menyedekahkan
seluruh bagian hewan qurbannya. (Ia memakan) maksudnya orang yang berqurban
dianjurkan memakan (daging qurban sunnah) sepertiga bahkan lebih sedikit dari
itu,” (Lihat KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo,
Al-Maktabah Al-Asadiyyah: 2014 M/1434 H] halaman 207).
Orang yang berqurban sunnah hanya boleh mengambil bagiannya yang
maksimal sepertiga itu. Ia tidak boleh menjual bagian apa pun dari hewan qurbannya.
Ini berlaku bagi qurban nazar dan qurban sunnah.
(ولا
يبيع) المضحي (من الأضحية) شيئا من لحمها أو شعرها أو جلدها أي يحرم عليه ذلك ولا يصح
سواء كانت منذورة أو متطوعا بها
Artinya, “Orang yang berqurban (tidak boleh menjual daging qurban)
sebagian dari daging, bulu, atau kulitnya. Maksudnya, ia haram menjualnya dan
tidak sah baik itu ibadah qurban yang dinazarkan (wajib) atau ibadah qurban
sunnah,” (Lihat KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo,
Al-Maktabah Al-Asadiyyah: 2014 M/1434 H] halaman 207). Adapun daging qurban sendiri diberikan
kepada orang-orang fakir dan miskin dalam bentuk daging segar. Berbeda dari
ibadah aqiqah, daging qurban dibagikan dalam kondisi daging mentah sebagaimana
keterangan berikut ini:
(ويطعم) وجوبا من
أضحية التطوع (الفقراء والمساكين) على سبيل التصدق بلحمها نيئا فلا يكفي جعله طعاما
مطبوخا ودعاء الفقراء إليه ليأكلوه والأفضل التصدق بجميعها إلا لقمة أو لقمتين أو لقما
Artinya, “Orang yang berqurban wajib (memberi makan) dari sebagian
hewan qurban sunnah (kepada orang fakir dan miskin) dengan jalan penyedekahan
dagingnya yang masih segar. Menjadikan dagingnya sebagai makanan yang dimasak
dan mengundang orang-orang fakir agar mereka menyantapnya tidak memadai sebagai
ibadah qurban. Yang utama adalah menyedekahkan semua daging qurban kecuali
sesuap, dua suap, atau beberapa suap,” (Lihat KH Afifuddin Muhajir, Fathul
Mujibil Qarib, [Situbondo, Al-Maktabah Al-Asadiyyah: 2014 M/1434 H] halaman
208). Sebagian ulama berpendapat bahwa
daging qurban dibagi menjadi tiga bagian: sepertiga untuk orang miskin,
sepertiga untuk orang kaya, dan sepertiga untuk orang yang berqurban. Tetapi,
ibadah qurban yang utama adalah menyedekahkan semuanya kecuali memakan sedikit
daging itu untuk mendapatkan berkah ibadah qurban.
Posting Komentar untuk "SEPUTAR KETENTUAN QURBAN YANG HARUS DIKETAHUI"