Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

ISLAM MENGHUKUMI PENGHINA, PENCACI PEMERINTAH


Bagaimana hukum menghina pemimpin dalam islam ? Seperti apa pandangan islam, dalam hukum menghina? Dua pertanyaan ini akan dibahas tuntas pada artikel berikut ini.

Daftar Isi

Menghina atau mencela dalam ajaran agama Islam adalah perbuatan yang tercela. Bahkan tidak hanya di Islam, di semua agama juga melarang perbuatan menghina dan mencela orang lain. Memanggil orang dengan nama hewan atau mengatai orang lain termasuk dosa besar dan setiap apa yang kita bicarakan pasti akan diminta pertanggung jawabannya.

"Larangan Menghina Orang Lain dalam Islam"

Belakangan ini sangat mudah menemukan cacian, celaan, dan saling menghina satu sama lain baik di dunia nyata, maupun di sosial media. Begitu mudahnya lisan seseorang menghina orang lain padahal, Allah memfirmankan larangan saling menghina di Al Quran, yaitu:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Hujuraat: 11)
Secara jelas, Allah melarang kita untuk memanggil gelar yang buruk ke orang lain. Larangan ini hanya berlaku jika memberi panggilan buruk ke sesama manusia. Namun jika panggilannya baik, seperti: Yang Terhormat, Yang Mulia, maka tidak jadi masalah. Perlu diingat bahwa apa yang kita ucapkan akan selalu dicatat dan diminta pertanggung jawabannya.
Termasuk menghina atau mencela orang lain akan dicatat. Lebih parahnya lagi, jika ada yang mempopulerkan gelar buruk kepada seseorang dan orang lain mengikutinya, maka orang tersebut akan menanggung dosa jariyah dari semua orang yang mengikutinya. Sebagaimana dijelaskan pada Hadits Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wassallam berikut ini:
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Dan barangsiapa yang membuat (mempelopori) perbuatan yang buruk dalam Islam, maka baginya dosa dan (ditambah dengan) dosa orang-orang yang mengamalkannya setelahnya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun. (HR Muslim, No. 1017)
Maka dari itu, kita harus senantiasa menjaga lisan agar tidak mudah menghina atau mencela orang lain dan memberikan gelar yang buruk. Jika perbuatan kita diikuti orang lain, secara tidak langsung kita juga akan menanggung beban dosa yang diperbuat orang lain.

"Hukum Menghina Pemimpin dalam Islam"


Memilih pemimpin adalah hal yang wajib dilakukan oleh umat Islam. Hukum memilih pemimpin menurut Islam bisa dibaca di Hukum Memilih Pemimpin Menurut Islam Sesuai Al Quran & Hadits. Pemimpin atau penguasa adalah satu satu dari tiga hal yang harus ditaati, selain Allah dan Rasul.
Oleh karena itu, jelas sekali bahwa menghina atau mencela pemimpin dalam Islam sangat dilarang. Sebagaimana yang dijelaskan pada hadits Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wassallam berikut ini:
مَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ أَهَانَهُ اللَّهُ
Barangsiapa yang menghina sultan Allah (menghina seorang sultan/ menghina seorang penguasa/ menghina seorang pemimpin) di bumi, maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan menghinakan orang tersebut. (HR. Tirmidzi, No. 2224)
Selain itu, Al Quran juga menegaskan untuk tidak mencari-cari kesalahan orang lain dan menghina atau mencelanya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujuraat: 12)
Mencela dan menghina adalah salah satu pintu menuju fitnah yang merupakan salah satu dosa besar. Perbuatan menghina yang kemudian diikuti orang lain dan berujung ke kerusuhan dan membuat kerusakan massal akan berdampak ke orang yang mencontohkannya. Semua dosa yang dilakukan oleh yang mencontoh akan ditanggung juga oleh yang mencontohkan.
Sebagai umat Islam, kita dianjurkan untuk taat kepada pemimpin. Selain Allah dan Rasul, pemimpin adalah salah satu yang harus ditaati. Hal ini sudah ditegaskan di dalam kitab suci Al Quran, yaitu:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa’: 59)
Oleh karena itu, sebagai muslim yang taat, kita harus senantiasa menjaga lisan agar tidak mudah berucap tidak baik kepada orang lain. Begitu pula kepada pemimpin yang harus ditaati, selama dia tidak menjerumuskan kita agar keluar dari syariat Islam. Lalu bagaimana hukum memberi kritik pada pemimpin dalam Islam ?

"Hukum Memberi Kritik dalam Islam"


Jika menghina atau mencela pemimpin dalam Islam tidak diperbolehkan, lalu bagaimana hukum memberi kritik kepada pemimpin dalam Islam ? Hukum mengkritik dalam Islam sebenarnya boleh saja selama kritik tersebut diberikan untuk mencapai kesejahteraan antar umat.
Mengkritik sama saja seperti perbuatan saling mengingatkan satu sama lain. Selama kritik diberikan tanpa ada tujuan untuk menghina, mencela, menjatuhkan orang lain, atau memberontak kepada pemimpin maka masih dibolehkan. Hal ini diperkuat oleh ayat Al Quran berikut ini:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Imran: 104)

"Mencela Pemimpin, Ciri Khas Kelompok Khawarij"


Mencela pemimpin merupakan ciri khas manhaj yang ditempuh oleh kaum khawarij. Awalnya hanya sekedar mengkritik dan membeberkan aib pemimpin di atas mimbar, seminar, koran dan medsos tetapi membengkak hingga tiada lain terminal akhirnya kecuali memberontak pemimpin.
Jelas kiranya, metode ini menyelisihi petunjuk Nabi dalam mengingkari penguasa dan merupakan sumber segala fitnah/kerusakan sepanjang sejarah sebagaimana dikatakan imam Ibnu Qayyim dalam I’lam Muwaqqi’in (3/7).
Sebagai bukti bahwa metode seperti itu adalah metode yang diterapkan kaum khawarij adalah riwayat imam Tirmidzi dan selainnya dari Ziyad bin Kusaib Al-Adawi, katanya:
كُنْتُ مَعَ أَبِيْ بَكْرَةَ تَحْتَ مِنْبَرِ أَبِيْ عَامِرٍ وَهُوَ يَخْطُبُ وَعَلَيْهِ ثِيَابٌ رِقَاقٌ, فَقَالَ أَبُوْ بِلاَلٍ: انْظُرُوْا إِلَى أَمِيْرِنَا يَلْبَسُ لِبَاسَ الْفُسَّاقِ, فَقَالَ أَبُوْ بَكْرَةَ : اسْكُتْ! سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ: مَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللهِ فِيْ الأَرْضِ أَهَانَهُ اللهُ
"Saya pernah bersama Abu Bakrah di bawah mimbar Ibnu Amir yang sedang berkhutbah sambil mengenakan pakaian tipis. Abu Bilal berkata: Lihatlah pemimipin kita, dia mengenakan pakaian orang-orang fasiq. Abu Bakrah menegurnya seraya berkata: Diamlah, saya mendengar Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang menghina pemimpin di muka bumi, niscaya Allah akan menghinakannya“” (Lihat Shahih Sunan Tirmdzi: 1812 oleh Al-Albani).
Imam Dzahabi berkata: “Abu Bilal namanya adalah Mirdas bin Udiyyah, seorang khawarj tulen. Karena kejahilannya, maka dia menganggap pakaian tipis bagi kaum pria adalah pakaiannya orang fasiq” (Siyar A’lam Nubala’ 14/508 oleh imam Dzahabi).
Demikianlah khawarij sepanjang zaman, mereka salah kaprah dalam metode mengingkari dan jahil akan hal yang diingkari.

Kesimpulan


Mencela atau menghina adalah salah satu dosa besar karena bisa berujung ke fitnah. Jika ingin kritik pemimpin masih dibolehkan, selama dalam memberi kritik kita tidak memiliki tujuan meningkatkan citra diri (menonjolkan diri sendiri – membuat diri terlihat lebih baik).
Karena hal tersebut merupakan benih benih kesombongan yang merupakan salah satu dosa besar. Oleh karena itu, supaya kita selamat dari pertanggung jawaban di akhirat dan siksa neraka, hukum menghina pemimpin dalam Islam ini harus selalu diingat agar di kemudian bisa dihindari sebaik mungkin.

Posting Komentar untuk "ISLAM MENGHUKUMI PENGHINA, PENCACI PEMERINTAH"