Geger Pawang Hujan, Begini Hukum Pawang Hujan
TINTASANTRI.COM - Indonesia baru saja sukses melaksanakan event international, yakni gelaran Moto GP yang telah berlangsung dengan sukses. Namun publik dunia digegerkan dengan aksi pawang hujan yang seorang wanita, banyak yang memuji tidak swdikit pula yang mencibir. Lantas bagaimana hukum pawang hujan? berikut penjelasan terkait hukum pawang hujan.
Perlu diketahui, pawang hujan itu bukan sebagai pengendali, namun hanya sebagai orang yang dimintai berdoa agar hujan berhenti. Maka sekilas, sudah selesai perkaranya. Menyewa atau meminta tolong pawang hujan bukan syirik, sebab dia hanya ditunjuk sebagai orang yang berdoa untuk meminta diredakan hujannya kepada Allah.
Bisa karena berbagai alasan, mungkin doanya dia terkenal atau berpotensi diijabah. Maka rasanya tak elok, jika pawang hujan dicap syirik, padahal dia sedang berdoa kepada Allah.
Adapun ketika berdoa memakai suatu barang tertentu, maka barang tersebut hanyalah sebagai wasilah atau perantara. Ini juga diperbolehkan, Ibnu Hajar Al-Haitami mengisahkan;
وَلما حبس قحط النَّاس بسر من رأى قحطا شَدِيدا فَأمر الْخَلِيفَة الْمُعْتَمد ابْن المتَوَكل بِالْخرُوجِ للاستسقاء ثَلَاثَة أَيَّام فَلم يسقوا فَخرج النَّصَارَى وَمَعَهُمْ رَاهِب كلما مد يَده إِلَى السَّمَاء هطلت ثمَّ فِي الْيَوْم الثَّانِي كَذَلِك فَشك بعض الجهلة وارتد بَعضهم فشق ذَلِك على الْخَلِيفَة فَأمر بإحضار الْحسن الْخَالِص وَقَالَ لَهُ أدْرك أمة جدك رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم قبل أَن يهْلكُوا فَقَالَ الْحسن يخرجُون غَدا وَأَنا أزيل الشَّك إِن شَاءَ الله وكلم الْخَلِيفَة فِي إِطْلَاق أَصْحَابه من السجْن فَأَطْلَقَهُمْ فَلَمَّا خرج النَّاس للاستسقاء وَرفع الراهب يَده مَعَ النَّصَارَى غيمت السَّمَاء فَأمر الْحسن بِالْقَبْضِ على يَده فَإِذا فِيهَا عظم آدَمِيّ فَأَخذه من يَده وَقَالَ استسق فَرفع يَده فَزَالَ الْغَيْم وطلعت الشَّمْس فَعجب النَّاس من ذَلِك فَقَالَ الْخَلِيفَة لِلْحسنِ مَا هَذَا يَا أَبَا مُحَمَّد فَقَالَ هَذَا عظم نَبِي ظفر بِهِ هَذَا الراهب من بعض الْقُبُور وَمَا كشف من عظم نَبِي تَحت السَّمَاء إِلَّا هطلت بالمطر فامتحنوا ذَلِك الْعظم فَكَانَ كَمَا قَالَ وزالت الشُّبْهَة عَن النَّاسوَرجع الْحسن إِلَى دَاره
Ketika Imam Hasan Al Asykari di penjara terjadilah musim paceklik yang parah dan hujan nggak turun turun, kemudian Khalifah Al Mu’tamid bin Mutawakkil memerintahkan orang orang untuk keluar dan sholat istisqo’ selama 3 hari tapi ternyata tidak ada hasilnya.
kemudian orang-orang nasrani keluar bersama pendetanya, ketika sang pendeta mengulurkan tangannya ke langit tiba tiba hujan turun dengan lebatnya, kemudian di hari yg kedua juga begitu.
Sebagian orang orang yg bodoh menjadi ragu ragu bahkan sebagian lagi pada murtad, hal ini membuat resah sang khalifah.
Kemudian kholifah menyuruh agar Hasan di datangkan, khalifah berkata kepada Hasan “Temuilah ummatnya kakekmu Muhammad shollallohu alaihi wasallam sebelum mereka binasa”
Hasan berkata ” suruh orang orang pada keluar besok, aku akan menghilangkan keraguan mereka.”
Hasan juga berbicara kepada kholifah agar melepaskan teman2nya dari penjara, dan kholifah pun melepaskan mereka. Ketika orang orang telah keluar untuk istisqo’ dan sang rahib mengangkat tangannya bersama orang orang nasroni tiba tiba langitnya mendung dan Hasan pun memerintahkan agar memegang tangannya rahib, ternyata di tangan rahib terdapat tulang manusia, dan diambillah tulang terseb dari tangannya.
Hasan berkata kepada rahib ” mintalah hujan sekarang ” kemudian rahib mengangkat tanganya maka hilanglah mendung tersebut dan muncullah matahari. orang-orang menjadi heran dengan kejadian tersebut .
Kholifah berkata kepada Hasan :
“Apa ini wahai aba muhamad” Hasan berkata ” ini adalah tulangnya Nabi , pendeta ini mendapatkannya dari sebagian kuburan, dan tidaklah dibuka dari tulangnya seorang Nabi di bawah langit kecuali langit akan mencurahkan hujan dengan lebatnya.”
Kemudian orang orang mencoba tulang tersebut dan terjadilah seperti apa yang di katakan oleh Al Hasan dan hilanglah keraguan dari mereka , akhirnya Al Hasan pun kembali kerumanya. (Al-Shawa’iq Al-Muhriqah ala ahl al-rafd wa al-dhalal wa al-zindiqah, jilid II/601)
Dari keterangan ini, kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa ketika berdoa itu kita boleh memakai benda yang terbilang “sakral”. Contoh lainnya adalah semisal barangnya orang saleh atau alim. Hanya saja, barang tersebut sebatas sebagai wasilah saja, tetap kita memintanya kepada Allah.
Pasal materialisasi doa ini, sebenernya Rasulullah juga melakukannya. Hadis ini masyhur dengan sebutan hadis jaridah, yakni pelepah kurma. Rasulullah Saw mendoakan ahli kubur, dengan menancapkan pelepah kurma di makamnya. Imam Al-Nasai meriwayatkan:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ: «إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَبْرِئُ مِنْ بَوْلِهِ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ»، ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ، ثُمَّ غَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لِمَ صَنَعْتَ هَذَا؟ فَقَالَ: «لَعَلَّهُمَا أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا»
Dari Ibnu Abbas Ra, ia berkata : Rasulullah saw melewati dua buah kuburan. Lalu Beliau bersabda, ”Sungguh keduanya sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari (najisnya) kencing.
Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar adu doba.” Kemudian Beliau mengambil pelepah basah. Beliau belah menjadi dua, lalu Beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong.
Para sahabat bertanya,”Wahai, Rasulullah. Mengapa Rasul melakukan ini?” Beliau menjawab, “Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya belum kering.” (HR Al-Nasa’i, No. 2069)
Jadi, barang tertentu juga bisa berdoa, sebab hakikatnya mereka juga bertasbih kepada Allah. Bahkan dijelaskan:
إِنَّ الْمَعْنَى فِيهِ أَنَّهُ يُسَبِّحُ مَا دَامَ رَطْبًا فَيَحْصُلُ التَّخْفِيفُ بِبَرَكَةِ التَّسْبِيحِ وَعَلَى هَذَا فَيَطَّرِدُ فِي كُلِّ مَا فِيهِ رُطُوبَةٌ مِنَ الْأَشْجَارِ وَغَيْرِهَا وَكَذَلِكَ مَا فِيهِ بركَة كالذكر وتلاوة الْقُرْآن من بَاب أولى وَقَالَ بن بَطَّالٍ إِنَّمَا خَصَّ الْجَرِيدَتَيْنِ مِنْ دُونِ سَائِرِ النَّبَاتِ لِأَنَّهَا أَطْوَلُ الثِّمَارِ بَقَاءً فَتَطُولُ مُدَّةُ التَّخْفِيفِ.
Pelepah kurma itu akan senantiasa mendoakan ahli kuburnya, ketika dedaunannya masih basah. Maka ia akan diringankan siksanya, dengan berkah tasbihnya pelepah kurma. Maka dengan ini, berlaku pula, benda basah lainnya dari pepohonan atau sebagainya.
Apalagi yang dibacakan adalah dzikir dan quran, justru ini yang lebih utama bagi mayyit. Menurut Ibnu Bathhal, mengapa yang dijadikan adalah pelepah kurma, bukan pohon lainnya, sebab pelepah kurma ini merupakan pohon yang relatif lama hidupnya, sehingga lama juga durasi diringankannya siksa bagi mayyit. (Hasyiyah Al-Suyuthi Ala sunan Al-nasai, I/30)
Jadi, barang tertentu itu bisa dibuat media untuk berdoa. Bukan hanya pelepah kurma atau tulangnya seorang nabi, barang yang semakna dengannya juga bisa dijadikan perantara dalam berdoa.
Demikianlah pasal materialisasi doa, memintanya tetap kepada Allah, hanya saja menggunakan perantara. Maka tidak ada salahnya meminta pawang hujan untuk berdoa diredakannya hujan, yang tidak tepat adalah pemahaman bahwa pawang hujan adalah orang yang mengendalikan hujan, jadi seakan kita meminta kepada dia, padahal tidak.
Justru pawang hujan itu juga berdoa, sebab ia jelas tidak mampu untuk mengendalikan hujan. Jadi harus diketahui konteksnya, jangan ringan sekali lisan memvonis syirik.
Spirit agama kita adalah mengislamkan orang, bukan malah mengeluarkan orang dari Islam. Jika tidak setuju, maka hargai. Sebab jika ternyata ada tendensinya, tapi anda mengatakan ini tidak ada dalilnya, akan menjadi malu sendiri nantinya.
Demikian penjelasan terkait hukum pawang hujan. Semoga penjelasan terkait hukum pawang hujan bermanfaat.
Posting Komentar untuk "Geger Pawang Hujan, Begini Hukum Pawang Hujan"